I.
FISIOLOGI MATERNAL PADA PERIODE PASCAPARTUM
Periode
pascapartum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kemablai ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang
disebut puerperium atau trimester empat kehamilan. Perubahan
fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, dimana
proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat
energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta
dorongan semangat yang diberikan tenaga kesehatan professional untuk ikut
membentuk respons ibu terhadap bayinya selama masa ini. Untuk memberi perawatan
yang menguntungka ibu, bayi dan keluarganya, seorang perawat harus memanfaatkan
pengetahuannya tentang anatomi dan fisiologi ibu pada periode pemulihan,
karakteristik fisik dan perilaku bayi baru lahir dan respons keluarga terhadap
kelahiran seorang anak.
A. SISTEM REPRODUKSI
·
UTERUS
Ø
Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan
disebut involusi. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah,
kira-kira 2cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar
uterus sewaktu usia kehamilan 16minggu, kira-kira sebesar grapefruit (jeruk
asam) dan beratnya kira-kira 1000gram.
Dalam waktu 12jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1cm diatas
umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan
cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2cm setiap 24jam. Pada hari pascapartum
keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilicus dan simfisis
pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen hari ke-9 pascapartum.
Uterus yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil,
berinvolusi menjadi kira-kira 500gram 1 minggu setelah melahirkan dan 350gram
(11-12ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada
didalam panggul sejati lagi. Pada minggu keenam, beratnya menajdi 50 sampai 60
gram.
Peningkatan kadar estrogen dan progesterone bertanggung jawab untuk
pertumbuhan massif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal
tergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipertrofi,
pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pascapartum penurunan kadar
hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan
yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit
lebih besar setelah hamil.
Subinvolusi ialah kegagalan
uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling
sering ialah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi.
Ø
Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterine
yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi
pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
bekuan. Hormone oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostatis.
Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa
berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan
kontrksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin (Pitosin) secara
intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang
merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera
setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan
oksitosin.
Ø
Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap
kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodic sering dialami multipara dan
bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa nyeri
setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus
terlalu teregang (misalnya, pada bayi besar, kembar). Menyusui dan oksitosin
tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi
uterus.
Ø
Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vascular dan
thrombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul
tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan
nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik
penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan endometrium
menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi dan plasentasi
untuk kehamilan di masa yang akan dating. Regenerasi endometrium selesai pada
akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.
Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu setelah
melahirkan
Ø
Lokia
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali disebut lokia,
mula-mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat.
Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah
lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah
maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran lokia ayng keluar harus semakin
berkurang.
Lokia rubra terutama
mengandung darah dan debresis desidua serta debris trofoblastik. Aliran
menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3 sampai 4 hari (lokia serosa). Lokia serosa terdiri
dari darah lama (old blood), serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10
hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba). Lokia alba mengandung
leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri. Lokia alba bisa
bertahan selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir.
Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi tampon (pembalut)
perineum sulit dilakukan. Jacobson (1985) menganjurkan suatu metode untuk
memperkirakan kehilangan darah pascapartum secara subyektif dengan mengkaji
jumlah cairan yang menodai pembalut. Cara mengukur lokia yang obyektif ialah
dengan menimbang pembalut sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap
peningkatan berat sebesar satu gram setara dengan sekitar satu milliliter
darah. Seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila faktor waktu tidak dipertimbangkan.
Seorang wanita yang mengganti satu pembalut dalam waktu satu jam atau kurang
mengeluarkan lebih banyak darah daripada wanita yang mengganti pembalut setelah
8 jam.
Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin, tanpa memandang cara
pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya sedikit sampai efek obat hilang.
Setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang keluar biasanya lebih sedikit.
Cairan lokia biasanya meningkat, jika klien melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah berbaring di
tempat tidur selama kurun waktu yang lama, wanita dapat mengeluarkan semburan
darah saat berdiri, tetapi hal ini tidak sama dengan perdarahan.
Lokia rubra yang menetap pada awal periode pascapartum menujukkan
perdarahan berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membrane yang
tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke-10 pascapartum
menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang mulai memulih.
Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi
atau subinvolusi. Lokia serosa atau lokia alba yang berlanjut bisa menandakan
endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri tekan pada
abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan. Bau lokia menyerupai bau
cairan menstruasi; bau yang tidak sedap biasanya menandakan infeksi. Tidak
semua perdarahan pervaginum pascapartum adalah lokia. Sumber umum lain ialah laserasi vagina atau serviks yang
tidak diperbaiki dan perdarahan bukan-lokia.
·
SERVIKS
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pascapartum,
serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk
semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis dan rapuh
selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ektoserviks (bagian serviks yang
menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil-kondisi yang
optimal untuk perkembangan infeksi. Muara serviks, yang berdilatasi 10 cm
sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. Dua jari mungkin masih dapat
dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari ke-4 sampai ke-6 pascapartum,
tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu
ke-2. Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum
melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah, sering disebut
seperti mulut ikan. Laktasi menunda produksi estrogen yang mempengaruhi mucus
dan mukosa.
·
VAGINA & PERINEUM
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina
dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hamil, enam sampai delapan minggu setelah bayi
lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak
akan semenonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara
permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya
sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring
pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah
pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak
nyaman saat koitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal
dan menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas
larut air saat melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri.
Pada awalnya, inroitus mengalami eritematosa dan edematosa terutama pada
daerah episiotomy atau jahitan laserasi. Perbaikan yang cermat, pencegahan atau
pengobatan dini hematoma dan hygiene yang baik selama dua minggu pertama
setelah melahirkan biasanya membuat i ntroitus dengan mudah dibedakan dari
introitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomi hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring
miring dengan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi. Proses
penyembuhan luka episiotomy sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi
(nyeri,merah,panas,bengkak atau rabas) atau tepian insisi tidak saling mendekat
bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tiga minggu
Hemoroid (varises anus) umumnya terlihat. Wanita sering mengalami gejala
terkait, seperti rasa gatal, tidak nyaman dan perdarahan berwarna merah terang
pada waktu defecator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah
lahir.
·
TOPANGAN OTOT PANGGUL
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu
melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari. Jaringan
penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan
memerlukan waktu sampai enam bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan
pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini
terdiri atas uretra, kandung kemih dan rectum. Walaupun relaksasi dapat terjadi
pada setiap wanita, tetapi biasanya merupakan komplikasi langsung yang timbul
terlambat akibat melahirkan
B.
SISTEM
ENDOKRIN
·
HORMON PLASENTA
Selama periode pascapartum, terjadi perubahan hormone yang besar.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone-hormon yang
diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormone human placental lactogen (hPL), estrogen dan kortisol serta placental enzyme insulinase membalik
efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara yang
bermakna pada masa puerperium. Karena perubahan hormonal ini membuat masa
puerperium menjadi suatu periode transisi untuk metabolisme karbohidrat,
interpretasi tes toleransi glukosa lebih sulit pada saat ini.
Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta
keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu pascapartum. Penurunan kadar
estrogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan
ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada wanita yang
tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah
melahirkan dan lebih tinggi daripada wanita yang menyusui pada pascapartum hari
ke-17.
·
HORMON HIPOFISIS DAN FUNGSI OVARIUM
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak
menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui
tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar FSH terbukti sama pada
wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak berespons
terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktikn meningkat.
Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada
wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke-6 setelah
melahirkan. Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama
setiap kali menyusui dan banyak makanan tambahn yang diberikan. Perbedaan
individual dalam kekuatan mengisap kemungkinan juga mempengaruhi kadar
prolaktin.
Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi dini, yakni dalam 27 hari
setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 70 sampai 75 hari. Pada wanita
menyusui, waktu rata-rata terjadinya ovulasi sekitar 190hari. Cairan menstruasi
pertama setelah melahirkan biasanya lebih banyak daripada normal. Dalam tiga
sampai empat siklus, jumlah cairan menstruasi wanita kembali seperti sebelum
hamil.
·
ABDOMEN
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya
akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Dalam dua
minggu setelah melahirkan, dinding abdomen wanita itu akan rileks. Diperlukan
sekitar enam mingggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil.
Kulit memeproleh kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil striae menetap.
Pengembalian tonus otot bergantung kepada kondisi tonus sebelum hamil, latihan
fisik yang tepat, dan jumlah jaringan lemak. Pada keadaan tertentu, dengan atau
tanpa ketegangan yang berlebihan, seperti bayi besar atau hamil kembar,
otot-otot dinding abdomen memisah, suatu keadaan yang dinamai diastasis rekti abdominis. Apabila
menetap, defek ini dapat dirasa menggangggu pada wanita, tetapi penanganan
melalui upaya bedah jarang dibutuhkan.
Seiring perjalanan waktu, defek tersebut menjadi kurang terlihat.
C. SISTEM URINARIUS
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid
setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penuruan fungsi ginjal
selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan
setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua samapi delapan minggu
supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali
ke keadaan sebelum hamil.
·
KOMPONEN URINE
Glikosuria ginjal yang dinduksi okelh kehamilan menghilang. Laktosuria
postif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN yang meningkat selama
masa pascapartum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi. Pemecahan
kelebihan protein yang di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria
ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan.
·
DIURESIS PASCAPARTUM
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang cairan yang tertimbun
di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang
teretensi selama masa hamil ialah diaphoresis luas, terutama pada malam hari,
selama dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Dieresis pascapartum,
yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan
vena pada tungkai bawah dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, merupakan mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan
sekitar 2,5kg selama masa pascapartum.
·
URETRA DAN KANDUNG KEMIH
Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih
dapat mengalami hiperemisis dan edema, seringkali disertai daerah-daerah kecil
hemoragi. Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung
kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan
untuk berkemih menurun. Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat
dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomy menurunkan atau
mengubah reflex berkemih. Penurunan berkemih, seiring dieresis pascapartum, bisa
menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera
setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan
ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Pada masa pascapartum
tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih
lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal.
D. SISTEM CERNA
·
NAFSU MAKAN
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh
mengonsumsi makanan ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia,
anastesia dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk
memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi
camilan ayng sering ditemukan.
·
MOTILITAS
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia
bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
·
DEFEKASI
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus
menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering
kali sudha menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di
perineum akibat episiotomy, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang
teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.
E. PAYUDARA
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita
hamil (estrogen, progesterone, human chorionic gonadoptropin, prolaktin,
kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
·
Ibu tidak menyusui
Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui dan tidak menggunakan obat
antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekskresi
kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah wanita melahirkan. Pada
jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dilakukan pada hari kedua dan ketiga,
dapat ditemukan adanya seiring dimulainya produksi susu. Pada hari ketiga atau
keempat pascapartum bisa terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara teregang
(bengkak), keras, nyeri bila ditekan dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh
darah menimbulkan rasa hangat). Distensi payudara terutama disebabkan oleh
kongesti sementara vena dan pembuluh limfatik, bukan akibat penimbunan air
susu. Air susu dapat dikeluarkan dari putting. Jaringan payudara di aksila dan
jaringan payudara atau putting tambahan juga bisa terlihat. Pembengkakan dapat
hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang dalam 24
sampai 36jam.
·
Ibu yang menyusui
Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong
susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai,
payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan
dari payudara. Setelah laktasi dimulai,
payudara teraba hangat dank eras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap
selama sekitar 48jam. Susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim) dapat
dikeluarkan dari puting susu. Puting susu harus diperiksa untuk dikaji
erektilitasnya, sebagai kebalikan dari inverse, dan untuk menemukan apakah ada
fisura atau keretakan.
F. SISTEM KARDIOVASKULER
·
Volume Darah
Perubahan Volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler(edema
fisologis). Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah
biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil.
Hipervolemi yang diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya
40% lebih dari volume tidak hamil) kebanyakan ibu bisa menoleransi kehilangan
darah saat melhirkan. Banyak ibu kehilangan 300 sampai 400 ml sewaktu melhirkan
bayi tunggal pervaginam atau 2 kali lipat melalui operasi sesaria. Penyesuaian
pembulu darah maternal setelah melahirkan berlangsung dramatis dan cepat. Tiga
perubahan fidiologi postpartum yang melindungi wanita:
1. hilangnya uteroplasenta yang
nengurangi ukuran darah maternal 10% sampai 15%,
2. hilangnya fungsi endokrin
placenta yang menghiklangkan stimulus vasodilatasi.
3. Terjadinya moblisasi air
ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil. Oleh karena itu , syok hipo
volemik biasanya tidak terjadi pada kehilangan darah normal.
·
Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang
masa hamil. Segera setelah wanit melahirkan, keadaan ini meningkat bahkan lebih
tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit
uteroplacenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada
semua jenis kelahiran atau semua pemakaina induksi anastesia (bowes dalam
Bobal, 1991). Nilai curah jantung normal akan muncul jika dilakukan pemeriksaan
8 sampai 10 minggu setelah persalinan (Bowes dalam bobak, 1991). Penurunan
cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari pertama setelah
persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan adanya perdarahan,
kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat terjadi hipotensi
orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg yang
merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi vaskuler
sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi beberapa saat
setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan mobilisasi (ambulasi). Bila
terjadi penurunan secara drastic merupakan indikasi terjadinya perdarahan
uteri.
·
Tanda- Tanda Vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam
keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baiak peningkatan darah sistol
maupun diastole dapata timbul dan berlangsung selama sekitr empat hari setalah
wanita melahirkan (Bowes dalam bobak, 1991). Fungsi pernafasan normal setelah
wanita melahirkan. Setelah melahirkan rahim kosong, otot diafragma menurun,
aksisi jantung kembali normal, dan impuls titik maksimum (Poin Of Maksimum Impulse) PMII dan EKG kembali normal.
·
Komponen Darah
a. Hematokrit dan haemoglobin
Setelah 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang
lebih besar darpada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan
peningkatan sel darah merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari
ketiga sampai hari ketujuh pascapartum. Tidak ada SDM yang rusak setelah
postpastum namun ada kelebihan darah setelah postpartum dan akan berkurang
sesuai umur SDM yang ada. Waktu kapan kembali kedalam keadaan normal seperti
sebelum hamil belum diketahu namun volume ini dalam batas normal dapat dikaji
pada saat usia 8 minggu setelah postpartum (bowes dalam Bobak, 1991). Selama
persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar hemoglobin menurun dan nilainya
akan kembali stabil pada hari keempat post partum. Jumlah leukosit meningkat
pada early post partum hingga nilainya mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya
infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 % dalam 6 jam pertama, maka hal ini
mengindikasikan adanya infeksi. Jumlah darah yang hilang selam persalinan
sekitar 400-500 ml. Pada klien post partum dengan seksio sesarea kehilangan
darah biasanya lebih banyak dibanding persalinan normal (600-800 cc).
b. Hitung sel darah putih
Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12000/mm3
. selama 10 sampai 12 hari pertama bayi lahir, nilai leukosit sekitar 20.000
dan 25.000/mm3 merupakan hal yang umum. Neutrofil merupakan sel
darah putih yang paling banyak. Keberadaan leukositosis disrtai peningkatan normal
laju endap darah merah dapat membingungkan dalam menegakkan diagnose infeksi
akut selam waktu ini.
c. Faktor Koagulasi
Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selama masa
hamil dan tetap meningkat pada awal
pueperium. keadaan hiperkoagulasi , yang bisa diiringi kerusakan pembulu darah
dan imobilitas , mengakibatkan peningkatan rasiko tromboemobolisme, terutama
setelah wanita melahirkan secara sesaria. Aktivitas fibrinolitik juga meningkat
selama beberapa hari bayi lahir ( bowes dalam bobak, 1991). Faktor I, II, VIII,
IX dan X menurun dalam beberapa hari untuk mencapai kadar sebelum hamil. Produk
pemecahan fibrin , yang meungkin dilepaskan berasal dari bekas pelepasan
plasenta juga dapat ditemukan dalam darah maternal.
Varises
Varises ditungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada
wanita hamil. Varises bahkan varises vulva yang jarang ditemui , akan mengecil
dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varies selama hamil tidak
dipertimbangkan. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah
melahirkan.
G. SISTEM NEUROLOGI
Perubahan Neurologis selama pueperium merupaka kebalikan adaptasi
neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami
wanita saat bersalin dan melahirkan.
Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang
setelah wanita melahirkan . Eliminasi edema fisiologis melalui dieresis setelah
bayi lahir menghilangkan sindrom carpal
turner dengan mengurangi kompresi saraf median. Rasa baal dan kesemutan
(tngting) periodic pada jari yang dialami 5% wanita hamil biasanay hilang
setelah anak lahir, kecuali jika mengangkat atau memindahkan akan memperburuk
keadaan. Nyeri kepala memerlukan pemeriksaan yang cermat. Nyeri kepala
memerlukan pemeriksaan yang cermat. Nyeri kepala pasca partum bisa disebabkan
berbagai keadaan , termasuk hipertensi setelah kehamilan (PIH), stress, dan
kebocoran cairan serebrospinalis kedalam ruang ekstradural selama jarum
epidural diletakan di tulang punggung untuk anastesia. Lama nyeri bervariasi
dari 1 hari samapi 3 hari bahkan sampai beberapa minggu, tergantung pada
penyebab dan efektifitas pengobatan.
H. SISTEM
MUSKULOSLETAL
Adaptasi sistem musculoskeletal selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada mas pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal
yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat ibu akibat
pembesaran rahim stabilisasi lengkap pada minggu keenam sampai kedelapan
setelah wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun sendi lain kemabli ke keadaan
normal sebelu hamil,kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.
I. SISTEM INTEGUMEN
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Hiperpigmentasi pada aerola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya
setelah bayi lahir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan
menetap. Kulit yang meregang pada payudara , abdomen , paha, dan panggul
mungkin akan memudar, tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembulu darah
seperti spider angioma(Nevi), eritema
palmar, dan epulis biasanya berkurang sebagai respons terhadap penurunan kadar
estrogen setelah kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita spider nevi menetap.
Rambut yang halus akan tumbuh dengan lebat pada waktu hamil biasanya kan
menghilang setelah wanita melahirkan, tetapi rambut kasar yang timbul sewaktu
hamil akan menetap. Konsistensi dan kekuatan kuku akan kembali seperti sewaktu
sebelum hamil. Diaforesis adalah perubahan yang paling jelas pada sistem
integumen.
J. SISTEM KEKEBALAN
Kebutuhan ibu untuk mendapatkan vaksin rubella atau untuk
mencegah isoimunisasi Rh ditetapkan.
Tanda- Tanda Vital
Setelah Melahirkan
|
|||
No
|
Tanda
|
Nilai Normal
|
Deviasi dari Nilai Normal dan Penyebab Yang Mungkin
|
1
|
Temperatur
|
Setelah 24 jam pertama dapat meningkat sampai 380
C sebagai efek dehidrasi parsalinan. Setelah 24 jam pertama ibu harus tidak
demam.
|
Diagnosis sepsi puerperal baru dipikirkan jika seuhu tubuh
itu meningkat sampai 380C setelah 24 jam pertma bayi lahir dan
terjadi lagi atau menetap selama 2 hari. Kemungkinan lain adalah mastitis,
endometritis, infeksi saluran kemih, dan infeksi Sistemik.
|
2
|
Denyut Nadi
|
Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap
tinggi selama jam pertama bayi lahir. Kemudian mulai menurun dengan frekuensi
yang tidak diketahui. Pada minggu ke-8 sampai ke-10 setelah melahirkan,
denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
|
Frekuensi denyut nadi yang semkin cepat atau semakin
meningkat dapat menunjukan hipovolemia atau perdarahan.
|
3
|
Pernapasan
|
Pernapasan harus dalam rentang normal sebelum melahirkan
|
Hipovolemia bisa terjadi setelah blok subaraknoid tinggi
yang tidak lazim.
|
4
|
Tekanan Darah
|
Tekanan darah sedikit berubah atau menetap. Hipotensi
ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan
segera setelah berdiri, dapat timbul dalam 24 jam pertama. Hal ini merupakan
akibat pembengkakan limpa yang terjadi setelah wanita melahirkan.
|
Tekanan darah yang rendah atau menurun bisa menunjukan
hipovolemia akibat perdarahan. Akan tetapi,
ini merupaka tanda yang munculnya lambat. Gejala lain pardarhan
membuat staf waspada. Tekanan darah yang meningkat bisa diakibatkan oleh
vasopresor atau oksitosik secara berlebihan . karena hipertensi akibat
kehamilan (PIH) dapat menetap atau timbul pertama kali pada pascapartum,
evaluasi darah rutin perlu dilakukan. Apbila ibu mengeluh nyeri kepala,
penyebab hipertensi harus disingkirkan sebalum ibu diberi analgetik. Apabila
tekanan darah meningkat, ibu dianjurkan untuk tetap di tempat tidur.
|
K.
ADAPTASI
PSIKOLOGIS ORANGTUA
Ketika
kelahiran telah dekat, klien mengalami kegembiraan dengan kelahiran bayi.
Perasaan emosi yang tinggi menurun dengan cepat setelah kelahiran bayi, terjadi
perubahan psikologis yang cukup kompleks. Kondisi psikologis ibu dipengaruhi
pula oleh respon anggota keluarga terhadap kelahiran bayi, sehingga seluruh
keluarga, perlu mempersiapkan diri secara psikologis dalam menerima kehadiran anggota
keluarga baru.
Beberapa adaptasi psikologis anatara lain :
Beberapa adaptasi psikologis anatara lain :
1) Adaptasi parental
Proses
menjadi orangtua terjadi sejak masa konsepsi. Selama periode prenatal, ibu
merupakan bagian pertama yang memberikan lingkungan untuk berkembang dan tumbuh
sebelum anak lahir. Proses menjadi orangtua tidak mudah dan sering menimbulkan
konflik dan krisis komunikasi karena ketergantungan penuh bayi pada orangtua.
Untuk menjadi orangtua diperlukan komponen yaitu :
a)
kemampuan kognitif dan motorik,
merupakan komponen pertama dari respon menjadi
orangtua dalam perawatan bayi.
b)
Kemampuan kognitif dan afektif merupakan
komponen psikologis dalam perawatan bayi. Perasaan keibuan, kebapakan, dan
pengalaman awal menjadi orangtua.
2) Fase maternal
Tiga fase yang
terjadi pada ibu post partum yang disebut “Rubin Maternal Phases” yaitu :
a)
Taking
in
(periode ketergantungan)
Fase
ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan dimana ibu berfokus
pada diri sendiri, bersikap pasif dan tergantungan secara emosional ibu berusaha
untuk mengintegrasikan pengalaman persalinan dalam kehidupannya.
b)
Taking
hold
(fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian)
Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya, mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri.
Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya, mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri.
c)
Letting
go
(fase mampu sendiri)
Fase
ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan dimana ibu mulai menerima
peran barunya yaitu sebagai ibu dari bayi yang baru lahir. Ibu melepas bayangan
persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta mapu menerima kenyataan.
3) Bounding attachment (perasaan kasih
sayang yang meningkat)
Bounding merupakan suatu hubungan yang
berawal dari saling mengikat diantara orangtua termasuk orangtua dan anak,
ketika pertama kali bertemu. Attachment
adalah suatu perasaan ksih sayang yang meningkat satu sama lain setiap waktu
dan bersifat unik dan memerlukan kesabaran ( Bobak, 2000 : 746).Hubungan antara
ibu dengan bayinya harus dibina setiap saat untuk memperat rasa kekeluargaan.
Kontak dini antara ibu, ayah danbayi disebut bounding attachment melalui
touch/sentuhan, kontak mata, dan aroma.
4) Adaptasi ayah
Kemampuan
ayah dalam beradaptasi dengna kelahiran bayi dipengaruhi oleh keterlibatan ayah
selama kehamilan, partisipasi saat persalinan, struktur keluarga, identifikasi
jenis kelamin, tingkat kemampuan dalam penampilan dan latar belakang cultural
5) Adaptasi sibling
Biasanya
kelahiran adik atau bayi dapat menjadi suatu perubahan pada sibling atau
saudara, anak pertama le bih ingin mempertahankan dirinya lebih tinggi dari
adik barunya.
II. KONSEP INFEKSI PUERPERALIS/INFEKSI PASCAPARTUM
Infeksi
pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi
klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau
persalinan. Infeksi bisa timbul akibat bakteria yang seringkali ditemukan di
dalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen patogen dari luar
vagina (eksogenus). Episiotomi atau laserasi pada vagina atau serviks bisa
membuka jalan timbulnya sepsis.
Sepsis
puerperal terjadi pada sekitar 6% kelahiran di Amerika dan kemungkinan besar
merupakan pernyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal di seluruh dunia.
Organisme yang paling sering menginfeksi ialah organisme streptokokus dan
bakteri anaerobik. Infeksi Staphylococcus
aureus, gonokokus, koliformis, dan klostridia lebih jarnang terjadi, tetapi
merupakan organisme patogen serius yang menyebabkan infeksi pascapartum.
(Bobak, 2007)
Infeksi
puerperalis atau infeksi nifas adalah istilah umum untuk menjelaskan setiap
infeksi bakteri di saluran genital setelah persalinan. Infeksi panggul
merupakan komplikasi serius yang paling sering terjadi pada masa nifas, dan
bersama dengan preeklamsia dan perdarahan obstetris, selama berpuluh tahun
membentuk trias letal kematian ibu hamil.
Demam puerperium
secara teknis didefinisikan sebagai suhu 38oC atau lebih, yang terjadi dalam
dua hari dar i10 hari pertama pascapartum, diluar 24 jam pertama, dan diukur
melalui mulut menggunakan teknik standar paling tidak empat kali sehari.
Meskipun sebagian besar dari demam persisten yang berkaitan dengan persalinan
disebabkan oleh infeksi saluran genitalia, namun kausa ekstragenital perlu
disingkirkan. Kausa-kausa ini mencakup pembengkakan payudara, infeksi saluran
napas, pielonefritis, dan tromboflebitis. (Williams, 1997)
ª
Penyebab
ekstragenital demam pascapartum
Pembengkakan Payudara
Keadaan ini sering menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Sekitar 15
persen wanita pascapartum mengalami demam akibat pembengkakan payudara,
biasanya 2 sampai 3 hari setelah melahirkan. Demam jarang melebihi 39oC, dan
biasanya tidak melebihi 24 jam. Sebaliknya, demam akibat mastitis bakterialis
timbul belakangan, dan biasanya menetap. Keadaan ini berkaitan dengan tanda dan
gejala lain infeksi payudara yang menjadi nyata dalam 24 jam.
Komplikasi Pernapasan
Komplikasi ini
umumnya terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan dan hampir selalu
terjadi pada wanita yang melahirkan melalui sesar. Komplikasi ini jauh lebih
jarang terjadi pada wanita yang melahirkan melalui sesar. Komplikasi ini jauh
lebih jarang terjadi jika digunakan anestesi epidural atau spinal.
Komplikasinya antara lain adalah atelektasis, pneumonia aspirasi, atau
kadang-kadang pneumonia bakterialis. Atelektasis sebaikanya dicegah dengan
mendorong pasien untuk batuk dan bernapas dalam, biasanya setiap 4 jam selama
paling sedikit 24 jam setelah sesar.
Pielonefritis
Infeksi ginjal
akut mungkin sulit dibedakan dari infeksi panggul pascapartum. Pada kasus yang
khas, bakteriuria, piuria, nyeri ketok sudut kostovertebra, dan suhu yang
melonjak, jelas menunjukkan infeksi ginjal. Pada wanita, tanda awal infeksi
ginjal mungkin adalah peningkatan suhu, sedangkan nyeri ketok kostovertebra,
mual dan muntah timbul belakangan.
Thromboflebitis
Thrombosis
vena dalam (TVD) atau superfisial di tungkai dapat menyebabkan peningkatan suhu
ringan pada wanita nifas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya tungkai yang
membengkak dan nyeri yang biasanya disertai oleh nyeri tekan betis atau
kadang-kadang nyeri tekan daerah trigonum femorale.
ª
Penyebab
intra demam pascapartum saluran genital
Endomiometritis (Endometritis atau
Metritis)
Infeksi
uterus merupakan masalah utama pada wanita yang melahirkan dengan sesar.
Sementara endomiometritis setelah persalinan per vaginam terjadi pada sekitar 1
sampai 2 persen wanita, angka setinggi 40 hingga 50 persen pernah dilaporkan
setelah sesar. Faktor risiko lain untuk endomiometritis antara lain adalah
ruptur membran lama, persalinan, pemeriksaan dalam berulang, pemantauan janin
internal, dan korioamnionitis. Faktor-faktor risiko ini menyebabkan
dilakukannya pemberian rutin antibiotik profilaksis kepada semua wanita yang
menjalani sesar.
Patogenesis
Bakteri yang
sering menyebabkan infeksi saluran genital pascapartum tercantum pada tabel di
bawah.
Aerob
|
Anaerob
|
Lain-lain
|
Streptokokus grup A, B dan D
Enterokokus
Bakteri gram-negatif : Escherichia coli, Klebsiella, dan
spesies Proteus
Staphylococcus aureus
Gardnerella vaginalis
|
Spesies peptokokus
Spesies peptostreptokokus
Golongan Bacteroides fragilis
Spesies klostridium
Spesies Fusobakterium
Spesies Mobiluncus
|
Spesies Mycoplasma
Chlamydia trachomatis
Neisseria gonorrhoeae
|
Organisme ini
secara normal mengkoloni serviks, vagina, perineum dan saluran cerna. Meskipun
virulensinya rendah, namun berbagai bakteri ini menjadi patogenik jika terdapat jaringan yang mengalami devitalisasi
dan hematom yang pasti ada dalam persalinan. Infeksi pascapartum bersifat
polimikroba (biasanya dua hingga tiga spesies) dan terjadi di tempat insisi
atau implantasi plasenta.
Manifestasi klinis
Biasanya
timbul rabas vagina (lokia) yang berbau, banyak, dan bersemu darah. Sering
terdapat nyeri tekan abdomen dan parametrium uterus sewaktu pemeriksaan
bimanual. Ketajaman pemeriksaan nyeri tekan uterus akibat metritis mungkin
tersamar oleh nyeri tekan yang biasanya berkaitan dengan insisi sesar.
Penatalaksanaan
Pengobatan
untuk metritis dilakukan dengan satu atau lebih antibiotik yang memiliki
spektrum luas. Untuk kasus-kasus yang ringan sesudah persalinan per vaginam,
antibiotik oral sudah cukup untuk mengatasi infeksi tersebut. Meskipun
demikian, untuk kasus wanita dengan infeksi yang sedang hingga berat dan juga
termasuk wanita yang melahirkan dengan seksio sesaria, diperlukan terapi
intravena. Perbaikan segera terjadi dalam waktu 48 hingga 72 jam pada hampir
90% dari wanita yang mendapatkan pengobatan antibiotik.
ª Faktor Predisposisi
Pada umumnya,
kemungkinan infeksi panggul postpartum yang serius berhubungan dengan lamanya
ketuban pecah sebelum melahirkan, frekuensi pemeriksaan serviks, manipulasi
intrauteri untuk melahirkan bayi serta plasenta, dan dengan luas serta
banyaknya luka insisi dan laserasi. Umumnya diakui bahwa infeksi puerperalis
jauh lebih sering ditemukan di antara wanita yang berasal dari masyarakat
dengan status sosioekonomi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
pasien-pasien dari kelompok menengah atau atas. Alasan yang tepat untuk
perbedaan ini belum jelas namun perlu diselidiki lebih lanjut.
§ Faktor
Antepartum
Anemia, nutrisi buruk dan hubungan seksual telah
lama dianggap sebagai faktor predisposisi timbulnya sepsis puerperalis,
meskipun bukti tersebut kebanyakan bersifat tidak langsung. Walaupun tidak ada
bukti yang kuat untuk melibatkan semua faktor di atas dalam proses terjadinya
infeksi puerperalis, namun anemia dan nutrisi yang buruk harus dicegah atau
diperbaiki dengan tepat, dan hubungan seksual pada usia kehamilan mendekati
aterm mungkin harus dihindari apalagi bila sudah terjadi ruptur ketuban.
§ Faktor
Intrapartum
Sedikitnya ada tiga faktor intrapartum yang secara
bermakna terlibat dalam proses terjadinya infeksi puerperalis. Ketiga faktor
tersebut terdiri dari masuknya bakteri patogen secara iatrogenik ke dalam
traktus genitalia atas, trauma yang menimbulkan kematian jaringan, dan
perdarahan.
ª Kontaminasi
bakteri
Traktus genitalia atas yang dalam keadaaan normalnya
steril, dapat menjadi tempat bersarangnya kuman melalui dua cara. Pertama,
bakteri yang sebelumnya sudah ada dalam pudendum dan di dalam vagina serta
serviks dapat terbawa ke dalam kavum uteri selama proses pemeriksaan vagina,
pemasangan alat untuk memantau keadaan janin ataupun pada saat dilakukan
manipulasi obstetrik operatif. Karena pemeriksaan vagina atau serviks tidak
mungkin dilakukan dalam keadaan asepsis mutlak, setiap pemeriksaan
servikovaginalis harus dipertimbangkan dengan seksama seraya membandingkan
keuntungan yang akan diperoleh terhadap resiko terjadinya kontaminasi bakteri.
Karena nasofaring merupakan sumber bakteri luar yang paling sering terbawa
masuk ke dalam jalan lahir, maka semua petugas yang bekerja di ruang obstetrik
biasanya memakai masker yang menutupi hidung dan mulut mereka.
ª Trauma
Laserasi akan menjadi tempat masuk kuman patogen dan
jaringan yang mati berfungsi sebagai media perbenihan yang sangat baik. Contoh
yang paling nyata adalah proses persalinan dengan seksio sesaria yang sangat
meningkatkan frekuensi infeksi puerperalis.
ª Kehilangan
Darah
Apakah perdarahan itu sendiri mempunyai makna yang
penting dalam proses patogenesis infeksi masih belum jelas. Trauma yang
menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang berkaitan dengan
pengendalian perdarahan bersama-sama perbaikan jaringan yang luka, tentu saja
merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Hematom yang sering terbentuk
dalam keadaan ini segera dan sering terinfeksi, serta memperbesar kemungkinan
terjadinya sepsis yang berbahaya.
ª Patologi
Setelah kala tiga persalinan selesai, tempat perlekatan plasenta menjadi
kasar serta menonjol, berwarna merah gelap dan berukuran sekitar 4 cm.
Permukaannya tampak noduler karena sejumlah pembuluh vena biasanya tersumbat
oleh trombus. Tempat ini menjadi media perbenihan yang baik sekali bagi pertumbuhan
bakteri dan merupakan port d’entry bagi organisme patogen. Pada saat ini juga
keseluruhan desidua terutama rentan terhadap invasi bakteri karena lapisan
desidua tersebut tebalnya kurang dari 2 cm, dirembesi darah dan kini mempunyai
banyak lubang kecil. Karena serviks sering mengalami laserasi dalam persalinan,
luka yang terjadi mudah menjadi tempat masuk bakteri sebagaimana halnya dengan
luka insisi atau laserasi pada vulva, vagina dan perineum. Akhirnya, luka
insisi uterus pada persalinan dengan seksio sesaria merupakan port d’entry yang
paling penting.
KOMPLIKASI ENDOMIOMETRITIS
·
Infeksi
Luka
Infeksi luka biasanya terjadi
pada hari kelima pascaoperasi sebagai demam menetap meskipun pasien mendapat
terapi antimikroba yang adekuat. Biasanya dijumpai eritema, indurasi, dan
drainase insisi. Terapi mencakup antimikroba spektrum luas dan pembukaan luka
agar dapat terjadi drainase. Fasia dibawah insisi perlu dipastikan masih utuh.
Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan palpasi lembut fasia melalui luka yang
telah terbuka.
·
Peritonitis
Peritonitis pascasesar mirip
dengan peritonitis bedah, kecuali rigiditas abdomen biasanya tidak terlalu
mencolok karena peregangan abdomen yang berkaitan dengan kehamilan. Nyeri
mungkin hebat. Distensi usus merupakan akibat dari ileus paralitik. Kausa
peritonitis generalisata perlu diidentifikasi. Jika infeksi berawal di uterus
dan meluas hanya ke peritoneum didekatanya, terapi biasanya medis. Sebaliknya,
peritonitis abdomen generalisata akibat cedera usus atau nekrosis insisi uterus
sebaiknya diterapi secara bedah.
·
Flegmon
Parametrium
Pada sebagian wanita yang
mengalami metritis setelah sesar, terjadi selulitis parametrium yang intensif.
Hal ini menyebabkan terbentuk daerah indurasi, yang disebut flegmon, didalam
lembar-lembar ligamentum latum (parametria) atau dibawah lipatan kandung kemih
yang berada di atas insisi uterus. Selulitis parametrium ini umumnya unilateral
dan dapat meluas ke lateral ke dinding samping panggul. Infeksi ini harus
dipertimbangkan jika demam menetap setelah 72 jam meskipun pasien sudah
mendapat terapi untuk endomiometritis pascasesar.
Terapi kontinu dengan salah satu
regimen antimikroba intravena yang dijelaskan di atas biasanya menimbulkan
respons klinis. Klien mungkin mengalami demam selama 5 hingga 7 hari, dan pada
beberapa kasus bahkan lebih lama. Setelah terjadi penyerapan indurasi, namun
diperlukan waktu beberapa hari sampai minggu sebelum indurasi tersebut lenyap
seluruhnya.
·
Abses
Panggul
Meskipun jarang, flegmon
parametrium dapat mengalami supurasi, membentuk abses ligamentum latum yang
fluktuatif. Jika abses ini pecah, dapat timbul peritonitis yang mengancam
nyawa. Dapat dilakukan drainase abses dengan menggunakan panduan CT-scan,
kolpotomi, atau melalui abdomen, bergantung pada lokasi abses.
Abses Subfasia dan Terbukanya Jaringan Parut Uterus
Komplikasi serius endomiometritis
pada wanita yang melahirkan dengan sesar adalah terbukanya (dehiscence) insisi
uterus akibat infeksi-nekrosis disertai perluasan ke dalam ruangan subfasia di
sekitar dan akhirnya pemisahan insisi fasia. Hal ini bermanifestasi sebagai
drainase pus subfasia pada wanita dengan demam lema. Diperlukan eksplorasi
bedah dan pengangkatan uterus yang terinfeksi.
DIAGNOSIS BANDING
Tromboflebitis Panggul Septik
Tromboflebitis Panggul Septik
merupakan komplikasi pada 1 dari 2000 sampai 3000 kelahiran, lebih sering
terjadi setelah sesar dan didahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi
plasenta atau insisi uterus. Infeksi dapat meluas di sepanjang rute vena dan
mungkin mengenai vena-vena ovarium.
Manifestasi Klinis
Wanita tromboflebitis septik pada
panggul mengalami demam tinggi, meskipun mereka biasanya tidak tampak sakit,
kecuali menggigil. Gambaran klinis ini secara tepat diberi nama enigmatic fever (demam yang membingungkan).
Biasanya pasien telah mendapat antimikroba untuk metritis pascapartum, tetapi
belum afebris meskipun terapi sudah diberikan 5 hari atau lebih. Pada sebagian
wanita, gejala utama tromboflebitis vena ovarium adalah nyeri pada hari kedua
atau ketiga pascapartum disertai massa nyeri yang teraba di belakang kornu
uterus. Diagnosis tromboflebitis septik panggul ditegakkan berdasarkan
kecurigaan klinis dan pemeriksaan panggul dengan CT-scan atau MRI untuk
mengidentifikasi trombosis dan edema perivaskular.
bagus sekali
BalasHapus