Kamis, 25 Oktober 2012

FISIOLOGI PASCAPARTUM


I.              FISIOLOGI  MATERNAL PADA PERIODE PASCAPARTUM

Periode pascapartum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kemablai ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang disebut puerperium atau trimester empat kehamilan. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan tenaga kesehatan professional untuk ikut membentuk respons ibu terhadap bayinya selama masa ini. Untuk memberi perawatan yang menguntungka ibu, bayi dan keluarganya, seorang perawat harus memanfaatkan pengetahuannya tentang anatomi dan fisiologi ibu pada periode pemulihan, karakteristik fisik dan perilaku bayi baru lahir dan respons keluarga terhadap kelahiran seorang anak.

A. SISTEM REPRODUKSI
·         UTERUS
Ø  Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan 16minggu, kira-kira sebesar grapefruit (jeruk asam) dan beratnya kira-kira 1000gram.
Dalam waktu 12jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2cm setiap 24jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilicus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen hari ke-9 pascapartum.
Uterus yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500gram 1 minggu setelah melahirkan dan 350gram (11-12ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati lagi. Pada minggu keenam, beratnya menajdi 50 sampai 60 gram.
Peningkatan kadar estrogen dan progesterone bertanggung jawab untuk pertumbuhan massif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot dan hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pascapartum penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
Subinvolusi ialah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebab subinvolusi yang paling sering ialah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi.

Ø  Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostatis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontrksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin (Pitosin) secara intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin. 
Ø  Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodic sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat uterus terlalu teregang (misalnya, pada bayi besar, kembar). Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi uterus.
Ø  Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vascular dan thrombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi dan plasentasi untuk kehamilan di masa yang akan dating. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu setelah melahirkan
Ø  Lokia
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali disebut lokia, mula-mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas ini dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut,  aliran lokia ayng keluar harus semakin berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung darah dan debresis desidua serta debris trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3 sampai 4 hari (lokia serosa). Lokia serosa terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba). Lokia alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus, serum dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama dua sampai enam minggu setelah bayi lahir.
Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi tampon (pembalut) perineum sulit dilakukan. Jacobson (1985) menganjurkan suatu metode untuk memperkirakan kehilangan darah pascapartum secara subyektif dengan mengkaji jumlah cairan yang menodai pembalut. Cara mengukur lokia yang obyektif ialah dengan menimbang pembalut sebelum dipakai dan setelah dilepas. Setiap peningkatan berat sebesar satu gram setara dengan sekitar satu milliliter darah. Seluruh perkiraan cairan lokia tidak akurat bila faktor waktu tidak dipertimbangkan. Seorang wanita yang mengganti satu pembalut dalam waktu satu jam atau kurang mengeluarkan lebih banyak darah daripada wanita yang mengganti pembalut setelah 8 jam.
Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin, tanpa memandang cara pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya sedikit sampai efek obat hilang. Setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat, jika klien melakukan  ambulasi dan menyusui. Setelah berbaring di tempat tidur selama kurun waktu yang lama, wanita dapat mengeluarkan semburan darah saat berdiri, tetapi hal ini tidak sama dengan perdarahan.
Lokia rubra yang menetap pada awal periode pascapartum menujukkan perdarahan berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membrane yang tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke-10 pascapartum menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang mulai memulih. Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa atau lokia alba yang berlanjut bisa menandakan endometritis, terutama jika disertai demam, rasa sakit, atau nyeri tekan pada abdomen yang dihubungkan dengan pengeluaran cairan. Bau lokia menyerupai bau cairan menstruasi; bau yang tidak sedap biasanya menandakan infeksi. Tidak semua perdarahan pervaginum pascapartum adalah lokia. Sumber umum  lain ialah laserasi vagina atau serviks yang tidak diperbaiki dan perdarahan bukan-lokia.

·         SERVIKS
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan. Ektoserviks (bagian serviks yang menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil-kondisi yang optimal untuk perkembangan infeksi. Muara serviks, yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara bertahap. Dua jari mungkin masih dapat dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari ke-4 sampai ke-6 pascapartum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke-2. Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran seperti sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah, sering disebut seperti mulut ikan. Laktasi menunda produksi estrogen yang mempengaruhi mucus dan mukosa.


·         VAGINA & PERINEUM
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, enam sampai delapan minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas larut air saat melakukan hubungan seksual untuk mengurangi nyeri.
Pada awalnya, inroitus mengalami eritematosa dan edematosa terutama pada daerah episiotomy atau jahitan laserasi. Perbaikan yang cermat, pencegahan atau pengobatan dini hematoma dan hygiene yang baik selama dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya membuat i ntroitus dengan mudah dibedakan dari introitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomi hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring miring dengan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi. Proses penyembuhan luka episiotomy sama dengan luka operasi lain. Tanda-tanda infeksi (nyeri,merah,panas,bengkak atau rabas) atau tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan harus berlangsung dalam dua sampai tiga minggu
Hemoroid (varises anus) umumnya terlihat. Wanita sering mengalami gejala terkait, seperti rasa gatal, tidak nyaman dan perdarahan berwarna merah terang pada waktu defecator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil beberapa minggu setelah lahir.

·         TOPANGAN OTOT PANGGUL
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari. Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan memerlukan waktu sampai enam bulan untuk kembali ke tonus semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas uretra, kandung kemih dan rectum. Walaupun relaksasi dapat terjadi pada setiap wanita, tetapi biasanya merupakan komplikasi langsung yang timbul terlambat akibat melahirkan

B.     SISTEM ENDOKRIN
·        HORMON PLASENTA
Selama periode pascapartum, terjadi perubahan hormone yang besar. Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone-hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormone human placental lactogen (hPL), estrogen dan kortisol serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium. Karena perubahan hormonal ini membuat masa puerperium menjadi suatu periode transisi untuk metabolisme karbohidrat, interpretasi tes toleransi glukosa lebih sulit pada saat ini.
Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu pascapartum. Penurunan kadar estrogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi daripada wanita yang menyusui pada pascapartum hari ke-17.

·        HORMON HIPOFISIS DAN FUNGSI OVARIUM
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar FSH terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak berespons terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktikn meningkat.
Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke-6 setelah melahirkan. Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui dan banyak makanan tambahn yang diberikan. Perbedaan individual dalam kekuatan mengisap kemungkinan juga mempengaruhi kadar prolaktin.
Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi dini, yakni dalam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 70 sampai 75 hari. Pada wanita menyusui, waktu rata-rata terjadinya ovulasi sekitar 190hari. Cairan menstruasi pertama setelah melahirkan biasanya lebih banyak daripada normal. Dalam tiga sampai empat siklus, jumlah cairan menstruasi wanita kembali seperti sebelum hamil.

·        ABDOMEN
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Dalam dua minggu setelah melahirkan, dinding abdomen wanita itu akan rileks. Diperlukan sekitar enam mingggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil. Kulit memeproleh kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil striae menetap. Pengembalian tonus otot bergantung kepada kondisi tonus sebelum hamil, latihan fisik yang tepat, dan jumlah jaringan lemak. Pada keadaan tertentu, dengan atau tanpa ketegangan yang berlebihan, seperti bayi besar atau hamil kembar, otot-otot dinding abdomen memisah, suatu keadaan yang dinamai diastasis rekti abdominis. Apabila menetap, defek ini dapat dirasa menggangggu pada wanita, tetapi penanganan melalui upaya bedah jarang dibutuhkan.  Seiring perjalanan waktu, defek tersebut menjadi kurang terlihat.



C.    SISTEM URINARIUS
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penuruan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua samapi delapan minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil.

·        KOMPONEN URINE
Glikosuria ginjal yang dinduksi okelh kehamilan menghilang. Laktosuria postif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN yang meningkat selama masa pascapartum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein yang di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan.

·        DIURESIS PASCAPARTUM
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaphoresis luas, terutama pada malam hari, selama dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Dieresis pascapartum, yang disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tungkai bawah dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan sekitar 2,5kg selama masa pascapartum.

·        URETRA DAN KANDUNG KEMIH
Trauma bisa terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemisis dan edema, seringkali disertai daerah-daerah kecil hemoragi. Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomy menurunkan atau mengubah reflex berkemih. Penurunan berkemih, seiring dieresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Pada masa pascapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal.


D.    SISTEM CERNA

·        NAFSU MAKAN
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengonsumsi makanan ringan. Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan ayng sering ditemukan.
·        MOTILITAS
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
·        DEFEKASI
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudha menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat episiotomy, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.

E.     PAYUDARA
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen, progesterone, human chorionic gonadoptropin, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
·        Ibu tidak menyusui
Apabila wanita memilih untuk tidak menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah wanita melahirkan. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi dilakukan pada hari kedua dan ketiga, dapat ditemukan adanya seiring dimulainya produksi susu. Pada hari ketiga atau keempat pascapartum bisa terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat). Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena dan pembuluh limfatik, bukan akibat penimbunan air susu. Air susu dapat dikeluarkan dari putting. Jaringan payudara di aksila dan jaringan payudara atau putting tambahan juga bisa terlihat. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman biasanya berkurang dalam 24 sampai 36jam.
·        Ibu yang menyusui
Ketika laktasi terbentuk, teraba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yang terisi berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara.  Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dank eras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama sekitar 48jam. Susu putih kebiruan (tampak seperti susu skim) dapat dikeluarkan dari puting susu. Puting susu harus diperiksa untuk dikaji erektilitasnya, sebagai kebalikan dari inverse, dan untuk menemukan apakah ada fisura atau keretakan.

F.       SISTEM KARDIOVASKULER
·           Volume Darah
Perubahan Volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler(edema fisologis). Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil.
Hipervolemi yang diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya 40% lebih dari volume tidak hamil) kebanyakan ibu bisa menoleransi kehilangan darah saat melhirkan. Banyak ibu kehilangan 300 sampai 400 ml sewaktu melhirkan bayi tunggal pervaginam atau 2 kali lipat melalui operasi sesaria. Penyesuaian pembulu darah maternal setelah melahirkan berlangsung dramatis dan cepat. Tiga perubahan fidiologi postpartum yang melindungi wanita:
1. hilangnya uteroplasenta yang nengurangi ukuran darah maternal 10% sampai 15%,
2. hilangnya fungsi endokrin placenta yang menghiklangkan stimulus vasodilatasi.
3. Terjadinya moblisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil. Oleh karena itu , syok hipo volemik biasanya tidak terjadi pada kehilangan darah normal.

·         Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanit melahirkan, keadaan ini meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplacenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran atau semua pemakaina induksi anastesia (bowes dalam Bobal, 1991). Nilai curah jantung normal akan muncul jika dilakukan pemeriksaan 8 sampai 10 minggu setelah persalinan (Bowes dalam bobak, 1991). Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari pertama setelah persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan adanya perdarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat terjadi hipotensi orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg yang merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi beberapa saat setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan mobilisasi (ambulasi). Bila terjadi penurunan secara drastic merupakan indikasi terjadinya perdarahan uteri.

·         Tanda- Tanda Vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baiak peningkatan darah sistol maupun diastole dapata timbul dan berlangsung selama sekitr empat hari setalah wanita melahirkan (Bowes dalam bobak, 1991). Fungsi pernafasan normal setelah wanita melahirkan. Setelah melahirkan rahim kosong, otot diafragma menurun, aksisi jantung kembali normal, dan impuls titik maksimum (Poin Of Maksimum Impulse) PMII dan EKG kembali normal.

·         Komponen Darah
a. Hematokrit dan haemoglobin

Setelah 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar darpada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan peningkatan sel darah merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ketiga sampai hari ketujuh pascapartum. Tidak ada SDM yang rusak setelah postpastum namun ada kelebihan darah setelah postpartum dan akan berkurang sesuai umur SDM yang ada. Waktu kapan kembali kedalam keadaan normal seperti sebelum hamil belum diketahu namun volume ini dalam batas normal dapat dikaji pada saat usia 8 minggu setelah postpartum (bowes dalam Bobak, 1991). Selama persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali stabil pada hari keempat post partum. Jumlah leukosit meningkat pada early post partum hingga nilainya mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 % dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan adanya infeksi. Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml. Pada klien post partum dengan seksio sesarea kehilangan darah biasanya lebih banyak dibanding persalinan normal (600-800 cc).

b. Hitung sel darah putih

Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12000/mm3 . selama 10 sampai 12 hari pertama bayi lahir, nilai leukosit sekitar 20.000 dan 25.000/mm3 merupakan hal yang umum. Neutrofil merupakan sel darah putih yang paling banyak. Keberadaan leukositosis disrtai peningkatan normal laju endap darah merah dapat membingungkan dalam menegakkan diagnose infeksi akut selam waktu ini.  

c. Faktor Koagulasi

Faktor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selama masa hamil dan tetap meningkat  pada awal pueperium. keadaan hiperkoagulasi , yang bisa diiringi kerusakan pembulu darah dan imobilitas , mengakibatkan peningkatan rasiko tromboemobolisme, terutama setelah wanita melahirkan secara sesaria. Aktivitas fibrinolitik juga meningkat selama beberapa hari bayi lahir ( bowes dalam bobak, 1991). Faktor I, II, VIII, IX dan X menurun dalam beberapa hari untuk mencapai kadar sebelum hamil. Produk pemecahan fibrin , yang meungkin dilepaskan berasal dari bekas pelepasan plasenta juga dapat ditemukan dalam darah maternal.

Varises
Varises ditungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil. Varises bahkan varises vulva yang jarang ditemui , akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varies selama hamil tidak dipertimbangkan. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan.

G.  SISTEM NEUROLOGI

Perubahan Neurologis selama pueperium merupaka kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.
Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang setelah wanita melahirkan . Eliminasi edema fisiologis melalui dieresis setelah bayi lahir menghilangkan sindrom carpal turner dengan mengurangi kompresi saraf median. Rasa baal dan kesemutan (tngting) periodic pada jari yang dialami 5% wanita hamil biasanay hilang setelah anak lahir, kecuali jika mengangkat atau memindahkan akan memperburuk keadaan. Nyeri kepala memerlukan pemeriksaan yang cermat. Nyeri kepala memerlukan pemeriksaan yang cermat. Nyeri kepala pasca partum bisa disebabkan berbagai keadaan , termasuk hipertensi setelah kehamilan (PIH), stress, dan kebocoran cairan serebrospinalis kedalam ruang ekstradural selama jarum epidural diletakan di tulang punggung untuk anastesia. Lama nyeri bervariasi dari 1 hari samapi 3 hari bahkan sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab dan efektifitas pengobatan.

H. SISTEM MUSKULOSLETAL

Adaptasi sistem musculoskeletal selama masa hamil berlangsung secara terbalik pada mas pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat ibu akibat pembesaran rahim stabilisasi lengkap pada minggu keenam sampai kedelapan setelah wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun sendi lain kemabli ke keadaan normal sebelu hamil,kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.

I. SISTEM INTEGUMEN

Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi pada aerola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap. Kulit yang meregang pada payudara , abdomen , paha, dan panggul mungkin akan memudar, tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembulu darah seperti spider angioma(Nevi), eritema palmar, dan epulis biasanya berkurang sebagai respons terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita spider nevi  menetap.
Rambut yang halus akan tumbuh dengan lebat pada waktu hamil biasanya kan menghilang setelah wanita melahirkan, tetapi rambut kasar yang timbul sewaktu hamil akan menetap. Konsistensi dan kekuatan kuku akan kembali seperti sewaktu sebelum hamil. Diaforesis adalah perubahan yang paling jelas pada sistem integumen.

J. SISTEM KEKEBALAN

Kebutuhan ibu untuk mendapatkan vaksin rubella atau untuk mencegah isoimunisasi Rh ditetapkan.
Tanda- Tanda Vital Setelah Melahirkan
No
Tanda
Nilai Normal
Deviasi dari Nilai Normal dan Penyebab Yang Mungkin
1
Temperatur
Setelah 24 jam pertama dapat meningkat sampai 380 C sebagai efek dehidrasi parsalinan. Setelah 24 jam pertama ibu harus tidak demam.
Diagnosis sepsi puerperal baru dipikirkan jika seuhu tubuh itu meningkat sampai 380C setelah 24 jam pertma bayi lahir dan terjadi lagi atau menetap selama 2 hari. Kemungkinan lain adalah mastitis, endometritis, infeksi saluran kemih, dan infeksi Sistemik.
2
Denyut Nadi
Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap tinggi selama jam pertama bayi lahir. Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahui. Pada minggu ke-8 sampai ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
Frekuensi denyut nadi yang semkin cepat atau semakin meningkat dapat menunjukan hipovolemia atau perdarahan.
3
Pernapasan
Pernapasan harus dalam rentang normal sebelum melahirkan
Hipovolemia bisa terjadi setelah blok subaraknoid tinggi yang tidak lazim.
4
Tekanan Darah
Tekanan darah sedikit berubah atau menetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera setelah berdiri, dapat timbul dalam 24 jam pertama. Hal ini merupakan akibat pembengkakan limpa yang terjadi setelah wanita melahirkan.
Tekanan darah yang rendah atau menurun bisa menunjukan hipovolemia akibat perdarahan. Akan tetapi,  ini merupaka tanda yang munculnya lambat. Gejala lain pardarhan membuat staf waspada. Tekanan darah yang meningkat bisa diakibatkan oleh vasopresor atau oksitosik secara berlebihan . karena hipertensi akibat kehamilan (PIH) dapat menetap atau timbul pertama kali pada pascapartum, evaluasi darah rutin perlu dilakukan. Apbila ibu mengeluh nyeri kepala, penyebab hipertensi harus disingkirkan sebalum ibu diberi analgetik. Apabila tekanan darah meningkat, ibu dianjurkan untuk tetap di tempat tidur.

K.      ADAPTASI PSIKOLOGIS ORANGTUA
Ketika kelahiran telah dekat, klien mengalami kegembiraan dengan kelahiran bayi. Perasaan emosi yang tinggi menurun dengan cepat setelah kelahiran bayi, terjadi perubahan psikologis yang cukup kompleks. Kondisi psikologis ibu dipengaruhi pula oleh respon anggota keluarga terhadap kelahiran bayi, sehingga seluruh keluarga, perlu mempersiapkan diri secara psikologis dalam menerima kehadiran anggota keluarga baru.
Beberapa adaptasi psikologis anatara lain :

1) Adaptasi parental
Proses menjadi orangtua terjadi sejak masa konsepsi. Selama periode prenatal, ibu merupakan bagian pertama yang memberikan lingkungan untuk berkembang dan tumbuh sebelum anak lahir. Proses menjadi orangtua tidak mudah dan sering menimbulkan konflik dan krisis komunikasi karena ketergantungan penuh bayi pada orangtua. Untuk menjadi orangtua diperlukan komponen yaitu :
a)      kemampuan kognitif dan motorik, merupakan komponen pertama dari respon menjadi   orangtua dalam perawatan bayi.
b)      Kemampuan kognitif dan afektif merupakan komponen psikologis dalam perawatan bayi. Perasaan keibuan, kebapakan, dan pengalaman awal menjadi orangtua.
2) Fase maternal
Tiga fase yang terjadi pada ibu post partum yang disebut “Rubin Maternal Phases” yaitu :
a)      Taking in (periode ketergantungan)
Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan dimana ibu berfokus pada diri sendiri, bersikap pasif dan tergantungan secara emosional ibu berusaha untuk mengintegrasikan pengalaman persalinan dalam kehidupannya.
b)      Taking hold (fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian)
Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya, mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri.


c)      Letting go (fase mampu sendiri)
Fase ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan dimana ibu mulai menerima peran barunya yaitu sebagai ibu dari bayi yang baru lahir. Ibu melepas bayangan persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta mapu menerima kenyataan.
3) Bounding attachment (perasaan kasih sayang yang meningkat)
Bounding merupakan suatu hubungan yang berawal dari saling mengikat diantara orangtua termasuk orangtua dan anak, ketika pertama kali bertemu. Attachment adalah suatu perasaan ksih sayang yang meningkat satu sama lain setiap waktu dan bersifat unik dan memerlukan kesabaran ( Bobak, 2000 : 746).Hubungan antara ibu dengan bayinya harus dibina setiap saat untuk memperat rasa kekeluargaan. Kontak dini antara ibu, ayah danbayi disebut bounding attachment melalui touch/sentuhan, kontak mata, dan aroma.

4) Adaptasi ayah
Kemampuan ayah dalam beradaptasi dengna kelahiran bayi dipengaruhi oleh keterlibatan ayah selama kehamilan, partisipasi saat persalinan, struktur keluarga, identifikasi jenis kelamin, tingkat kemampuan dalam penampilan dan latar belakang cultural

5) Adaptasi sibling
Biasanya kelahiran adik atau bayi dapat menjadi suatu perubahan pada sibling atau saudara, anak pertama le bih ingin mempertahankan dirinya lebih tinggi dari adik barunya.

II. KONSEP INFEKSI PUERPERALIS/INFEKSI PASCAPARTUM

            Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan. Infeksi bisa timbul akibat bakteria yang seringkali ditemukan di dalam vagina (endogenus) atau akibat pemaparan pada agen patogen dari luar vagina (eksogenus). Episiotomi atau laserasi pada vagina atau serviks bisa membuka jalan timbulnya sepsis.
            Sepsis puerperal terjadi pada sekitar 6% kelahiran di Amerika dan kemungkinan besar merupakan pernyebab utama morbiditas dan mortalitas maternal di seluruh dunia. Organisme yang paling sering menginfeksi ialah organisme streptokokus dan bakteri anaerobik. Infeksi Staphylococcus aureus, gonokokus, koliformis, dan klostridia lebih jarnang terjadi, tetapi merupakan organisme patogen serius yang menyebabkan infeksi pascapartum. (Bobak, 2007)

Infeksi puerperalis atau infeksi nifas adalah istilah umum untuk menjelaskan setiap infeksi bakteri di saluran genital setelah persalinan. Infeksi panggul merupakan komplikasi serius yang paling sering terjadi pada masa nifas, dan bersama dengan preeklamsia dan perdarahan obstetris, selama berpuluh tahun membentuk trias letal kematian ibu hamil.
Demam puerperium secara teknis didefinisikan sebagai suhu 38oC atau lebih, yang terjadi dalam dua hari dar i10 hari pertama pascapartum, diluar 24 jam pertama, dan diukur melalui mulut menggunakan teknik standar paling tidak empat kali sehari. Meskipun sebagian besar dari demam persisten yang berkaitan dengan persalinan disebabkan oleh infeksi saluran genitalia, namun kausa ekstragenital perlu disingkirkan. Kausa-kausa ini mencakup pembengkakan payudara, infeksi saluran napas, pielonefritis, dan tromboflebitis. (Williams, 1997)

ª        Penyebab ekstragenital demam pascapartum

Pembengkakan Payudara
Keadaan ini sering menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Sekitar 15 persen wanita pascapartum mengalami demam akibat pembengkakan payudara, biasanya 2 sampai 3 hari setelah melahirkan. Demam jarang melebihi 39oC, dan biasanya tidak melebihi 24 jam. Sebaliknya, demam akibat mastitis bakterialis timbul belakangan, dan biasanya menetap. Keadaan ini berkaitan dengan tanda dan gejala lain infeksi payudara yang menjadi nyata dalam 24 jam.

Komplikasi Pernapasan
Komplikasi ini umumnya terjadi dalam 24 jam pertama setelah persalinan dan hampir selalu terjadi pada wanita yang melahirkan melalui sesar. Komplikasi ini jauh lebih jarang terjadi pada wanita yang melahirkan melalui sesar. Komplikasi ini jauh lebih jarang terjadi jika digunakan anestesi epidural atau spinal. Komplikasinya antara lain adalah atelektasis, pneumonia aspirasi, atau kadang-kadang pneumonia bakterialis. Atelektasis sebaikanya dicegah dengan mendorong pasien untuk batuk dan bernapas dalam, biasanya setiap 4 jam selama paling sedikit 24 jam setelah sesar.

Pielonefritis
Infeksi ginjal akut mungkin sulit dibedakan dari infeksi panggul pascapartum. Pada kasus yang khas, bakteriuria, piuria, nyeri ketok sudut kostovertebra, dan suhu yang melonjak, jelas menunjukkan infeksi ginjal. Pada wanita, tanda awal infeksi ginjal mungkin adalah peningkatan suhu, sedangkan nyeri ketok kostovertebra, mual dan muntah timbul belakangan.

Thromboflebitis
Thrombosis vena dalam (TVD) atau superfisial di tungkai dapat menyebabkan peningkatan suhu ringan pada wanita nifas. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya tungkai yang membengkak dan nyeri yang biasanya disertai oleh nyeri tekan betis atau kadang-kadang nyeri tekan daerah trigonum femorale.


ª        Penyebab intra demam pascapartum saluran genital

Endomiometritis (Endometritis atau Metritis)

     Infeksi uterus merupakan masalah utama pada wanita yang melahirkan dengan sesar. Sementara endomiometritis setelah persalinan per vaginam terjadi pada sekitar 1 sampai 2 persen wanita, angka setinggi 40 hingga 50 persen pernah dilaporkan setelah sesar. Faktor risiko lain untuk endomiometritis antara lain adalah ruptur membran lama, persalinan, pemeriksaan dalam berulang, pemantauan janin internal, dan korioamnionitis. Faktor-faktor risiko ini menyebabkan dilakukannya pemberian rutin antibiotik profilaksis kepada semua wanita yang menjalani sesar.

Patogenesis
Bakteri yang sering menyebabkan infeksi saluran genital pascapartum tercantum pada tabel di bawah.

Aerob
Anaerob
Lain-lain
Streptokokus grup A, B dan D
Enterokokus
Bakteri gram-negatif : Escherichia coli, Klebsiella, dan spesies Proteus
Staphylococcus aureus
Gardnerella vaginalis
Spesies peptokokus
Spesies peptostreptokokus
Golongan Bacteroides fragilis
Spesies klostridium
Spesies Fusobakterium
Spesies Mobiluncus
Spesies Mycoplasma
Chlamydia trachomatis
Neisseria gonorrhoeae

Organisme ini secara normal mengkoloni serviks, vagina, perineum dan saluran cerna. Meskipun virulensinya rendah, namun berbagai bakteri ini menjadi patogenik jika  terdapat jaringan yang mengalami devitalisasi dan hematom yang pasti ada dalam persalinan. Infeksi pascapartum bersifat polimikroba (biasanya dua hingga tiga spesies) dan terjadi di tempat insisi atau implantasi plasenta.

Manifestasi klinis
Biasanya timbul rabas vagina (lokia) yang berbau, banyak, dan bersemu darah. Sering terdapat nyeri tekan abdomen dan parametrium uterus sewaktu pemeriksaan bimanual. Ketajaman pemeriksaan nyeri tekan uterus akibat metritis mungkin tersamar oleh nyeri tekan yang biasanya berkaitan dengan insisi sesar.

Penatalaksanaan
Pengobatan untuk metritis dilakukan dengan satu atau lebih antibiotik yang memiliki spektrum luas. Untuk kasus-kasus yang ringan sesudah persalinan per vaginam, antibiotik oral sudah cukup untuk mengatasi infeksi tersebut. Meskipun demikian, untuk kasus wanita dengan infeksi yang sedang hingga berat dan juga termasuk wanita yang melahirkan dengan seksio sesaria, diperlukan terapi intravena. Perbaikan segera terjadi dalam waktu 48 hingga 72 jam pada hampir 90% dari wanita yang mendapatkan pengobatan antibiotik.

ª      Faktor Predisposisi
Pada umumnya, kemungkinan infeksi panggul postpartum yang serius berhubungan dengan lamanya ketuban pecah sebelum melahirkan, frekuensi pemeriksaan serviks, manipulasi intrauteri untuk melahirkan bayi serta plasenta, dan dengan luas serta banyaknya luka insisi dan laserasi. Umumnya diakui bahwa infeksi puerperalis jauh lebih sering ditemukan di antara wanita yang berasal dari masyarakat dengan status sosioekonomi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan pasien-pasien dari kelompok menengah atau atas. Alasan yang tepat untuk perbedaan ini belum jelas namun perlu diselidiki lebih lanjut.

§      Faktor Antepartum
Anemia, nutrisi buruk dan hubungan seksual telah lama dianggap sebagai faktor predisposisi timbulnya sepsis puerperalis, meskipun bukti tersebut kebanyakan bersifat tidak langsung. Walaupun tidak ada bukti yang kuat untuk melibatkan semua faktor di atas dalam proses terjadinya infeksi puerperalis, namun anemia dan nutrisi yang buruk harus dicegah atau diperbaiki dengan tepat, dan hubungan seksual pada usia kehamilan mendekati aterm mungkin harus dihindari apalagi bila sudah terjadi ruptur ketuban.


§    Faktor Intrapartum
Sedikitnya ada tiga faktor intrapartum yang secara bermakna terlibat dalam proses terjadinya infeksi puerperalis. Ketiga faktor tersebut terdiri dari masuknya bakteri patogen secara iatrogenik ke dalam traktus genitalia atas, trauma yang menimbulkan kematian jaringan, dan perdarahan.
ª      Kontaminasi bakteri
Traktus genitalia atas yang dalam keadaaan normalnya steril, dapat menjadi tempat bersarangnya kuman melalui dua cara. Pertama, bakteri yang sebelumnya sudah ada dalam pudendum dan di dalam vagina serta serviks dapat terbawa ke dalam kavum uteri selama proses pemeriksaan vagina, pemasangan alat untuk memantau keadaan janin ataupun pada saat dilakukan manipulasi obstetrik operatif. Karena pemeriksaan vagina atau serviks tidak mungkin dilakukan dalam keadaan asepsis mutlak, setiap pemeriksaan servikovaginalis harus dipertimbangkan dengan seksama seraya membandingkan keuntungan yang akan diperoleh terhadap resiko terjadinya kontaminasi bakteri. Karena nasofaring merupakan sumber bakteri luar yang paling sering terbawa masuk ke dalam jalan lahir, maka semua petugas yang bekerja di ruang obstetrik biasanya memakai masker yang menutupi hidung dan mulut mereka.

ª      Trauma
Laserasi akan menjadi tempat masuk kuman patogen dan jaringan yang mati berfungsi sebagai media perbenihan yang sangat baik. Contoh yang paling nyata adalah proses persalinan dengan seksio sesaria yang sangat meningkatkan frekuensi infeksi puerperalis.

ª    Kehilangan Darah
Apakah perdarahan itu sendiri mempunyai makna yang penting dalam proses patogenesis infeksi masih belum jelas. Trauma yang menimbulkan perdarahan dan tindakan manipulasi yang berkaitan dengan pengendalian perdarahan bersama-sama perbaikan jaringan yang luka, tentu saja merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Hematom yang sering terbentuk dalam keadaan ini segera dan sering terinfeksi, serta memperbesar kemungkinan terjadinya sepsis yang berbahaya.

ª      Patologi
Setelah kala tiga persalinan selesai, tempat perlekatan plasenta menjadi kasar serta menonjol, berwarna merah gelap dan berukuran sekitar 4 cm. Permukaannya tampak noduler karena sejumlah pembuluh vena biasanya tersumbat oleh trombus. Tempat ini menjadi media perbenihan yang baik sekali bagi pertumbuhan bakteri dan merupakan port d’entry bagi organisme patogen. Pada saat ini juga keseluruhan desidua terutama rentan terhadap invasi bakteri karena lapisan desidua tersebut tebalnya kurang dari 2 cm, dirembesi darah dan kini mempunyai banyak lubang kecil. Karena serviks sering mengalami laserasi dalam persalinan, luka yang terjadi mudah menjadi tempat masuk bakteri sebagaimana halnya dengan luka insisi atau laserasi pada vulva, vagina dan perineum. Akhirnya, luka insisi uterus pada persalinan dengan seksio sesaria merupakan port d’entry yang paling penting.


KOMPLIKASI ENDOMIOMETRITIS

·         Infeksi Luka
Infeksi luka biasanya terjadi pada hari kelima pascaoperasi sebagai demam menetap meskipun pasien mendapat terapi antimikroba yang adekuat. Biasanya dijumpai eritema, indurasi, dan drainase insisi. Terapi mencakup antimikroba spektrum luas dan pembukaan luka agar dapat terjadi drainase. Fasia dibawah insisi perlu dipastikan masih utuh. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan palpasi lembut fasia melalui luka yang telah terbuka.

·         Peritonitis
Peritonitis pascasesar mirip dengan peritonitis bedah, kecuali rigiditas abdomen biasanya tidak terlalu mencolok karena peregangan abdomen yang berkaitan dengan kehamilan. Nyeri mungkin hebat. Distensi usus merupakan akibat dari ileus paralitik. Kausa peritonitis generalisata perlu diidentifikasi. Jika infeksi berawal di uterus dan meluas hanya ke peritoneum didekatanya, terapi biasanya medis. Sebaliknya, peritonitis abdomen generalisata akibat cedera usus atau nekrosis insisi uterus sebaiknya diterapi secara bedah.

·         Flegmon Parametrium
Pada sebagian wanita yang mengalami metritis setelah sesar, terjadi selulitis parametrium yang intensif. Hal ini menyebabkan terbentuk daerah indurasi, yang disebut flegmon, didalam lembar-lembar ligamentum latum (parametria) atau dibawah lipatan kandung kemih yang berada di atas insisi uterus. Selulitis parametrium ini umumnya unilateral dan dapat meluas ke lateral ke dinding samping panggul. Infeksi ini harus dipertimbangkan jika demam menetap setelah 72 jam meskipun pasien sudah mendapat terapi untuk endomiometritis pascasesar.
Terapi kontinu dengan salah satu regimen antimikroba intravena yang dijelaskan di atas biasanya menimbulkan respons klinis. Klien mungkin mengalami demam selama 5 hingga 7 hari, dan pada beberapa kasus bahkan lebih lama. Setelah terjadi penyerapan indurasi, namun diperlukan waktu beberapa hari sampai minggu sebelum indurasi tersebut lenyap seluruhnya.

·         Abses Panggul
Meskipun jarang, flegmon parametrium dapat mengalami supurasi, membentuk abses ligamentum latum yang fluktuatif. Jika abses ini pecah, dapat timbul peritonitis yang mengancam nyawa. Dapat dilakukan drainase abses dengan menggunakan panduan CT-scan, kolpotomi, atau melalui abdomen, bergantung pada lokasi abses.

Abses Subfasia dan Terbukanya Jaringan Parut Uterus
Komplikasi serius endomiometritis pada wanita yang melahirkan dengan sesar adalah terbukanya (dehiscence) insisi uterus akibat infeksi-nekrosis disertai perluasan ke dalam ruangan subfasia di sekitar dan akhirnya pemisahan insisi fasia. Hal ini bermanifestasi sebagai drainase pus subfasia pada wanita dengan demam lema. Diperlukan eksplorasi bedah dan pengangkatan uterus yang terinfeksi.

DIAGNOSIS BANDING

Tromboflebitis Panggul Septik

Tromboflebitis Panggul Septik merupakan komplikasi pada 1 dari 2000 sampai 3000 kelahiran, lebih sering terjadi setelah sesar dan didahului oleh infeksi bakteri di tempat implantasi plasenta atau insisi uterus. Infeksi dapat meluas di sepanjang rute vena dan mungkin mengenai vena-vena ovarium.

Manifestasi Klinis
Wanita tromboflebitis septik pada panggul mengalami demam tinggi, meskipun mereka biasanya tidak tampak sakit, kecuali menggigil. Gambaran klinis ini secara tepat diberi nama enigmatic fever (demam yang membingungkan). Biasanya pasien telah mendapat antimikroba untuk metritis pascapartum, tetapi belum afebris meskipun terapi sudah diberikan 5 hari atau lebih. Pada sebagian wanita, gejala utama tromboflebitis vena ovarium adalah nyeri pada hari kedua atau ketiga pascapartum disertai massa nyeri yang teraba di belakang kornu uterus. Diagnosis tromboflebitis septik panggul ditegakkan berdasarkan kecurigaan klinis dan pemeriksaan panggul dengan CT-scan atau MRI untuk mengidentifikasi trombosis dan edema perivaskular.



1 komentar: