Kamis, 25 Oktober 2012

TERAPI NON FARMAKOLOGI UNTUK PASIEN GGK


TERAPI NON FARMAKOLOGI UNTUK PASIEN GGK

1.      Haemodialisa
Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan  sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.

2.      Tujuan Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita

3.      Komponen Hemodialisa

Menurut D’Arc (2000), komponen hemodialisa yang terkait dengan suatu sistem hemodialisa meliputi :
a. Dializer
Dializer adalah suatu alat yang berfungsi sebagai ginjal buatan yang terdiri dari dua bagian besar yaitu bagian yang dilalui oleh darah dan bagian yang dilalui dialisat. Kedua bagian dipisahkan oleh selaput tipis berpori-pori yang disebut membran semipermiabel. Tipe Hollow-fiber dialyzer, terdiri dari 10.000-15.000 serat dengan diameter 200-300 µm dan tipe Flat-plat Dialyzer mempunyai kompartemen paralel dan dipisahkan oleh lempengan membran datar.
b. Air untuk dialisis
Dalam proses hemodialisa bahan pencampur yang digunakan dalam dialisat adalah air. Air yang digunakan harus memenuhi standar air yang berkualitas untuk proses hemodialisa.
c. Cairan dialisat
Cairan yang digunakan untuk proses hemodialisa, terdiri dari campuran air dan elektrolit yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai serum normal. Cairan dialisat ini berfungsi untuk membuang zat-zat sisa dan cairan yang keluar dari penderita, menjaga keseimbangan elektrolit, dan mencegah pengurangan air yang berlebihan pada saat terjadinya proses hemodialisa. Cairan dialisat tersedia dalam 2 jenis yaitu : yang mengandung asetat dan yang mengandung bikarbonat.

d. Mesin dialisis
Mesin dialisis yang digunakan pada masa kini terdiri dari bagian blood pump, sistem pengaturan cairan dialisat, sistem monitor pengawas dan komponen tambahan berupa pompa heparin.
e. Blood lines
Pipa-pipa atau selang-selang yang mengalirkan darah dari tubuh menuju dialyzer dan yang dari dialyzer ke tubuh yang sedemikian rupa melalui mesin cuci darah sehingga melindungi darah terkontaminasi dari bahan asing di luar tubuh manusia. Blood Lines ini terdiri dari: "arteri blood line/inlet/ABL" dan "venous blood line/outlet/VBL".
f. Blood pump/ pompa darah
Alat yang menyebabkan darah mengalir dalam sirkulasi darah. Bersifat ganda yaitu menarik dan mendorong.

 Segment pump
Bagian dari ABL yang ditempatkan pada Blood pump. Segment pump ini memiliki luas permukaan lebih besar di banding line/selang yang lainnya.
 Bubble trap/air trap
Suatu ruangan pada ABL dan VBL yang bertugas menahan/mengamankan gelembung Venous Pressure adalah Tekanan positif pada outlet yang dimonitor pada bubble trap vena disebut juga venous pressure. Terjadi karena hambatan pada jalan masuk darah ke tubuh, misalnya karena: jarum kecil, posisi jarum kurang baik, vasokonstriksi dari vena
Trans Membrane Pressure/TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat melalaui membrane. Meninggalkan tekanan dialisat berarti menambah daya hisap dari cairan dialisat sehingga cairan darah berpindah ke dialisat dan ultrafiltrasi meninggi
Priming adalah pengisian cairan yang pertama kali dalam sirkulasi darah (ABL+Dialyzer+VBL) dengan menggunakan cairan NaCl. Tujuan dari Priming adalah untuk mengeluarkan bahan pengawet yang terdapat pada dialyzer.
Conductivity : kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan aliran listrik. Nilai normal dari Conductivity adalah berkisar antara 13,8 - 14, 5.
Arterial Pressure/Negative Pressure adalah tekanan pada inlet yang dimonitor sebelum blood pump, disebut juga fistula pressure, terjadi bila ada hambatan dari arteri, aliran darah yang keluar kurang lancar atau tidak adekuat.
Positive Pressure adalah tekanan pada inlet dimonitoring sesudah blood pump, pada bubble trap disebut juga arterial pressure, terjadi bila ada tekanan pada dialyzer (misalnya: ada bekuan dalam dialyzer).
Venous Pressure adalah Tekanan positif pada outlet yang dimonitor pada bubble trap vena disebut juga venous pressure. Terjadi karena hambatan pada jalan masuk darah ke tubuh, misalnya karena: jarum kecil, posisi jarum kurang baik, vasokonstriksi dari vena
Trans Membrane Pressure/TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat melalaui membrane. Meninggalkan tekanan dialisat berarti menambah daya hisap dari cairan dialisat sehingga cairan darah berpindah ke dialisat dan ultrafiltrasi mening
udara dalam sirkulasi darah. Terdapat dua macam Bubble Trap, diantaranya adalah Arterial Bubble Trap (terletak sebelum dialyzer, berfungsi menahan udara masuk ke dalam dialyzer) dan Venous Bubble Trap (terletak setelah dialyzer, berfungsi untuk menahan udara masuk ke pasien).
Qb (Quick Blood) adalah kecepatan aliran darah dalam sirkulasi darah (ml/menit) yang diputar oleh pompa darah pada mesin.
Qd (Quick Dialisat) adalah kecepatan aliran dialisat dalam sirkulasi dialisat (ml/m), pada umumnya Qd memiliki ukuran 300 ml/menit, 500 ml/menit, dan 800ml/menit.
Qf (Quick Fitration) atau ultrafiltration rate (ml/m) yaitu jumlah air yang keluar dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat melalui membran semi permeabel yang disebabkan karena perbedaan tekanan.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HEMODIALISIS
ü  Aliran darah
Secara teori seharusnya aliran darah secepat mungkin. Hal-hal yang membatasi kemungkinan tersebut antara lain : tekanan darah, jarum. Terlalu besar aliran darah bisa menyebabkan syok pada penderita.
ü  Luas selaput/membran yang dipakai
Yang biasa dipakai : 1-1,5 cm2
Tergantung dari besar badan/ berat badan
ü  Aliran dialisat
Semakin cepat aliran dialisat semakin efisien proses hemodialisis, menimbulkan borosnya pemakaian cairan.
ü  Temperatur suhu dialisat
Temperature dialisat tidak boleh kurang dari 360C karena bisa terjadi spasme dari vena sehingga aliran darah melambat dan penderita menggigil. Temperatur dialisat tidak boleh lebih dari 420C karena bisa menyebabkan hemolisis.
ü  Sarana ruangan pada Ruang Hemodialisis:
Tempat tidur
Penerangan yang cukup
Wastafel dan kran
Kran-kran untuk sarana hubungan dengan mesin hemodialisis
Saluran pembuangan
Alat pendingin ruangan/ AC
Tempat sampah
Meja suntik
Stop kontak
ü  Pengelolaan air:
Mesin pengelola air seminimalnya harus memiliki bagaian: Water softener dan Revense osmosis
ü  Peralatan kesehatan dan obat-obatan:
Tensi meter + stetoskop
Timbangan BB
Tabung oksigen lengkap
Alat EKG
Slym zuiger
Tromol (duk, kassa, klem)
Bak spuit dan kom kecil
Korentang dan tempatnya
Klem-klem (besar dan kecil)
Gunting
Bengkok, nierbekken
Mat kan/gelas ukuran
Zeil + karet alat untuk alas tangan
Sarung tangan
Kassa/gaas
Plester/ band aid
Verband

ü  Alat-alat khusus :
Dialyzer
Blood lines (ABL/ VBL)
AV fistula/ Abocath no G14 s/d G16
Dialisat pekat
Infuse set
Micro drip
Spuit : insulin 2,5cc, 5cc, 10cc, 30/50cc
Conductivity meter
Obat-obatan:
Lidocain, Novocain
Alcohol, bethadine
Heparin, protamin
Sodium bicarbonat 7 % (meylon)
Obat-obat penyelamat hidup
Yang perlu selain yang diatas adalah:
Surat izin dialysis
Formulir dialysis
Traveling dialsis
Formulir laboratorium
Formulir radiologi
Proses Hemodialisa
*      Proses Dialisis
Menurut Naibaho (2002), proses dalam dialisis yaitu :
a. Akses Vaskuler (AV)
Seluruh dialisis membutuhkan akses ke sirkulasi darah. Pasien kronik memiliki akses permanen berupa fistula atau graft sementara. AV sangat diperlukan karena untuk Hemodialisa yang efektif memerlukan aliran darah yang cukup, sampai lebih dari 300 ml/menit dan dapat dipakai berulang kali dalam jangka panjang.
b. Membran semipermiabel
Membran semipermiabel berupa lapisan material yang tipis dan memiliki pori-pori mikroskopik yang mengeluarkan partikel yang kecil dan menahan molekul yang lebih besar. Membran semipermiabel ditetapkan dengan dialiser aktual dan dibutuhkan untuk mengadakan kontak antara darah dan dialisat sehingga dialisis dapat terjadi.
c. Proses difusi
Proses difusi adalah proses yang menyebabkan pemindahan zat terlarut. Substansi berpindah dari area yang konsentrasinya tinggi ke area dengan konsentrasi rendah.

d. Proses konveksi (konduksi)
Proses konveksi adalah proses pergeseran secara bersamaan antara zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent) dari kompartemen darah ke dalam kompartemen dialisat (dan sebaliknya) melalui membran semipermiabel.
e. Proses ultrafiltrasi
Proses ultrafiltasi adalah proses ketika cairan dipindahkan saat dialisis. Pada proses ultrafiltasi terjadi pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Ada tiga tipe tekanan pada membran yaitu : tekanan positif, tekanan negatif dan tekanan osmotik.

*      Bagaimana haemodialis dilakukan:
Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh. Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien.                     Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda – tanda vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialysis. \
Selain itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blood line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai. Pada proses hemodialisa, darah sebenernya tidak mengalir melalui mesin HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun dari darah. Pompa yang ada dalam mesin Hd berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
*        Alasan dilakukannya dialisa:
Dialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :
a) Kelainan fungsi otak ( ensefalopati uremik )
b) Perikarditis ( peradangan kantong jantung )
c) Asidosis ( peningkatan keasaman darah ) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya.
d) Gagal jantung
e) Hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah ).

*      Frekuensi dialisa.
Frekuensis, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1 ) Penderita kembali menjalani hidup normal.
2 ) Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3 ) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4 ) Tekanan darah normal.
5 ) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.

*        Komplikasi pada Hemodialisa
Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada saat dilakukan terapi adalah :
a. Hipotensi
b. Kram otot
c. Mual atau muntah
d. Sakit kepala
e. Sakit dada
f. Gatal-gatal
g. Demam dan menggigil
h. Kejang ( Lumenta, 1996 )

*      Keuntungan Hemodialisa
Dialisa membersihkan darah dengan efektif dalam waktu singkat, waktu dialisis cepat dan resiko kesalahan teknik kecil, tidak usah menyiapkan peralatan HD sendiri, Kondisi pasien lebih terpantau karena prosedur HD dilakukan di rumah sakit oleh tenaga kesehatan terlatih dan Jumlah protein yang hilang selama pada proses HD lebih sedikit.
*      Kerugian Hemodialisa
Fungsi ginjal yang tersisa cepat menurun, Ketergantungan pasien dengan mesin hemodialisa, Kehilangan darah selama hemodialisa, Akses vaskuler dapat menyebabkan infeksi dan trombosis, sering terjadi hipotensi dan kram otot, pembatasan asupan cairan dan diet lebih ketat, kadar hemoglobin lebih rendah, sehingga kebutuhan akan eritropoietin lebih tinggi.

4.      Dialisis Peritoneal

Pada dialisa peritoneal, yang bertindak sebagai penyaring adalah peritoneum (selaput yang melapisi perut dan membungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga perut.
Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolik dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut. Kemudian cairan dikeluarkan, dibuang dan diganti dengan cairan yang baru. Biasanya digunakan selang karet silikon yang lembut atau selang poliuretan yang berpori-pori, sehingga cairan mengalir secara perlahan dan tidak terjadi kerusakan.
Dialisa peritoneal tidak boleh dilakukan pada penderita yang:
- menderita infeksi dinding perut
- memiliki hubungan abnormal antara dada dan perut
- baru saja menjalani pencangkokkan pembuluh darah buatan di dalam perut
- memiliki luka baru di perut.

Ada beberapa teknik yang digunakan dalam dialisa peritoneal:
  • Dialisa peritoneal intermiten manual.
Merupakan teknik yang paling sederhana. Sebuah kantong berisi cairan dipanaskan sesuai suhu tubuh, lalu cairan dimasukkan ke dalam rongga peritoneum selama 10 menit dan dibiarkan selama 60-90 menit, kemudian dikeluarkan dalam waktu 10-20 menit. Keseluruhan prosedur memerlukan waktu sekitar 12 jam. Teknik ini terutama digunakan untuk mengobati gagal ginjal akut.
  • Dialisa peritoneal intermiten dengan pemutar otomatis.
Bisa dilakukan di rumah penderita. Suatu alat dengan pengatur waktu secara otomatis memompa cairan ke dalam dan keluar dari rongga peritoneum. Biasanya alat pemutar dipasang pada waktu tidur sehingga pengobatan dijalani pada saat penderita tidur. Pengobatan ini harus dilakukan selama 6-7 malam/minggu.
  • Dialisa peritoneal berpindah-pindah yang berkesinambungan.
Cairan dibiarkan di dalam perut dalam waktu yang lama, dan dikeluarkan serta dimasukkan lagi sebanyak 4-5 kali/hari. Cairan dikemas dalam kantong polivinil klorida yang dapat dikembangkempiskan. Jika kosong, kantong ini bisa dilipat tanpa harus melepaskannya dari selang. Biasanya cairan harus diganti sebanyak 3 kali, dengan selang waktu 4 jam atau lebih. Setiap pergantian memerlukan waktu 30-45 menit.
  • Dialisa peritoneal yang dibantu oleh pemutar secara terus menerus.
Teknik ini menggunakan pemutar otomatis untuk menjalankan pergantian singkat selama tidur malam, sedangkan pergantian yang lebih lama dilakukan tanpa pemutar pada siang hari. Teknik ini mengurangi jumlah pergantian di siang hari tetapi pada malam hari penderita tidak dapat bergerak secara leluasa karena alatnya tidak praktis.

*             Komplikasi Dialisa Peritoneal
1.    Perdarahan di tempat pemasangan selang atau perdarahan di dalam perut
2.    Perforasi organ dalam pada saat memasukkan selang
3.    Kebocoran cairan di sekitar selang atau ke dalam dinding perut
4.    Penyumbatan aliran cairan oleh bekuan darah
5.    Infeksi, baik pada peritoneum maupun di kulit tempat selang terpasang (menyebabkan terbentuknya abses). Infeksi biasanya terjadi karena prosedur dialisa yang kurang steril. Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotik.
6.    Hipoalbuminemia
7.    Sklerosis peritonealis (pembentukan jaringan parut di peritoneum), yang mengakibatkan penyumbatan parsial usus halus
8.    Hipotiroidisme
9.    Hiperglikemia, sering terjadi pada penderita kencing manis
10.                        Hernia perut dan selangkangan
11.                        Sembelit.






v  Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis

Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) atau dialisis peritoneal ambulatorik kontinu merupakan suatu bentuk dialisis yang dilakukan pada banyak pasien penyakit renal stadium terminal. Dialisis peritoneal tradisional memerlukan perawat dan teknisi yang terampil untuk melaksanakan prosedur ini. Berbeda dengan dialisis peritoneal tradisional, CAPD bersifat kontinu dan biasanya dapat dilakukan sendiri. Metode ini bisa dikerjakan di rumah oleh pasien.
Larutan dialisat dialirkan dari botol plastik fleksibel melalui kateter peritoneal permanen yang dikenal sebagai kateter Tenckhoff. Kateter ini dipasang dalam kamar operasi dan disisipkan ke dalam kavum abdomen dan difiksasi dengan bantuan manset dakron yang terpasang pada kateter tersebut. Pertumbuhan jaringan di sekitar manset akan menghasilkan segel yang kedap bakteri. Saluran subkutan (yang panjangnya 5-10 cm) akan memberikan proteksi lebih lanjut terhadap infeksi bakteri.
Setelah larutan dialisat diinfuskan ke dalam kavum peritoneal melalui kateter, kantongnya dilipat dan disisipkan dibalik baju pasien selama waktu retensi. Tindakan ini akan memberikan kebebasan kepada pasien dan mengurangi frekuensi penyambungan serta pelepasan sambungan pada ujung kateter sehingga risiko kontaminasi dan peritonitis dapat dihindari. Pada akhir waktu retensi, larutan dialisat dialirkan keluar dari dalam kavum peritoneal dengan membuka lipatan kantong yang kosong, melepaskan klem dan menempatkan kantong yang kosong, melepaskan klem dan menempatkan kantong tersebut lebih rendah dari abdomen didekat lantai. Tindakan ini memungkinkan keluarnya cairan peritoneal dengan bantuan gaya berat. Setelah drainase selesai, larutan yang baru kemudian diinfuskan ke dalam kavum peritoneal dan prosedur diatas diulangi.

*      Indikasi
CAPD merupakan terapi pilihan bangi sebagian besar pasien yang ingin melaksanakan dialisis sendiri di rumah. Indikasi CAPD adalah psien yang menjalani hemodialisis kronis yang mempunyai masalah kronis yang mempunyai masalah dengan cara terapi yang sekarang, seperti hipertensi berat, anemia berat, sakit kepala, atau rasa haus yang berlebihan. Pasien lansia umumnya dapat memanfaatkan teknik CAPD dengan baik jika keluarga memberikan dukungan. Sistem dukungan dari keluarga disamping kemampuan pasien untuk melaksanakan CAPD harus dipertimbangkan ketika kita memilih bentuk terapi.

*   Kontraindikasi
§  Perlekatan akibat pembedahan
§  Nyeri punggung kronis
§  Pasien yang menggunakan obat-obatan imunosupresif
§  Pasien dengan arthritis

*   Komplikasi
§  Peritonitis : kontaminasi oleh Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus
§  Kebocoran cairan dialisat melalui luka insisi atau luka pada pemasangan kateter
§  Perdarahan

v  Continous Cylic-assisted Peritoneal Dialysis (CCPD)
CCPD memiliki prinsip yang sama dengan CAPD. CCPD dilakukan tiap hari dan dilakukan waktu malam hari, penggantian cairan dialisis sebanyak 3-4 kali. Cairan dialisis terakhir dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 12-14 jam. Pada waktu malam cairan dialisis bikiarkan dalam kavum peritoneum selama 2,5 – 3 jam. Yang membedakan CCPD dengan CAPD adalah proses pembuangan sampah metaboliknya dibantu oleh sebuah mesin cycler.

TERAPI FARMAKOLOGI UNTUK KLIEN DENGAN GGK

Komplikasi pada gagal ginjal kronis dapat dicegah atau ditunda dengan menggunakan phosphate-binding agent, suplemen kalsium, obat antihipertensi, dan eritropoietin (Epogen).

§  Penanganan hiperfosfatemia
Hiperfosfatemia pada pasien GGK dapat ditangani dengan menggunakan obat yang dapat mengikat fosfat dalam traktus GI. Pengikat seperti kalsium karbonat (Os-Cal) atau kalsium asetat (PhosLo) dapat diberikan, tapi ada risiko mengalami hiperkalsemia. Jika level kalsium tinggi atau produk kalsium-fosfor melebihi 55 mg/dL, pengikat fosfat polimer seperti sevelamer hidroklorida (Renagel) dapat digunakan (Zonderman & Doyle, 2006). Obat-obat tersebut mengikat fosfor dalam traktus intestinal. Semua agens-pengikat harus diberikan bersama dengan makanan agar bisa efektif.

§  Penanganan hipertensi dan kelebihan volume cairan
Hipertensi ditangani dengan 2 cara, yaitu mengontrol volume cairan intravaskular dengan menggunakan diuretik seperti furosemid dengan dosis 300-500 mg serta menggunakan agens antihipertensi seperti cataprex atau propanolol. Gagal jantung dan edema pulmoner mungkin membutuhkan penanganan berupa pembatasan cairan, diet rendah sodium, diuretik, agens inotropik seperti digoxin atau dobutamine dan dialisis. ACE-inhibitor dapat diberikan tapi harus dengan pengawasan ketat.

§  Penanganan anemia
Anemia yang berkaitan dengan GGK ditangani dengan pemberian eritropoietin manusia rekombinan (Epogen). Pasien dengan anemia biasanya datang dengan keluhan yang tidak spesifik seperti malaise, kelelahan dan penurunan toleransi terhadap aktivitas. Terapi eritropoietin diberikan agar pasien dapat mencapai nilai hematokrit antara 33%-38% dan hemoglobin sekitar 12 mg/dL.
Eritropoietin diberikan secara IV atau subkutan 3 kali seminggu pada pasien GGK. Perlu waktu 2-6 minggu sampai nilai hematokrit naik; oleh karena itu, terapi ini tidak diindikasikan pada pasien yang perlu penanganan segera untuk anemia berat.

§  Penanganan Hiperkalemia dan Asidosis Metabolik
Untuk mengatasi kegawatan akibat hiperkalemia dan asidosis metabolik dapat diberikan oba-obatan di bawah ini :
-          Kalsium glukonas 10%, 10 mL dalam waktu 10 menit intravena
-          Bikarbonas natrikus 50-150 mEq intravena dalam waktu 15-30 menit
-          Insulin dan glukosa : 6 unit insulin dan glukosa 50 g dalam waktu 1 jam
-          Kayexalate (resin pengikat kalium) 25-50 gr oral atau rektal

Jika terapi farmakologi diatas tidak menunjukkan hasil yang signifikan, maka jalan terakhir adalah dengan melakukan dialisis.

Medikasi yang harus diawasi untuk pasien dengan kerusakan ginjal :

·         ACE inhibitor
Jangan diberikan pada pasien dengan stenosis arteri renal. Aliran darah ke ginjal tergantung pada denyut arteriol efferen, dan penurunan denyut arteriol efferen oleh ACE inhibitor dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal yang kadang tidak dapat disembuhkan; obat ini berisiko menyebabkan hipotensi pada pasien dengan gagal jantung atau deplesi volume.
·         Aminoglikosida
Aminoglikosida berpotensi menyebabkan risiko ototoksisitas dan nefrotoksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal
·         NSAID (Non-steroidal Antiinflammatory Drugs)
Dapat menimbulkan nefrotoksisitas dan risiko ulkus peptikum pada pasien dengan sindrom uremik
·         Tetrasiklin
Obat ini memiliki efek antianabolik sehingga dapat meningkatkan kadar urea dalam darah ; harus dihindari oleh pasien dengan kerusakan ginjal


Tidak ada komentar:

Posting Komentar