TERAPI
NON FARMAKOLOGI UNTUK PASIEN GGK
1.
Haemodialisa
Hemodialisa
adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk
mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau
racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium,
hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran semi
permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana
terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi.
2.
Tujuan
Hemodialisa
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan :
a.
Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita
3.
Komponen
Hemodialisa
Menurut D’Arc (2000), komponen hemodialisa yang terkait dengan suatu sistem hemodialisa meliputi :
a. Dializer
Dializer adalah suatu alat yang berfungsi sebagai
ginjal buatan yang terdiri dari dua bagian besar yaitu bagian yang dilalui oleh
darah dan bagian yang dilalui dialisat. Kedua bagian dipisahkan oleh selaput
tipis berpori-pori yang disebut membran semipermiabel. Tipe Hollow-fiber dialyzer,
terdiri dari 10.000-15.000 serat dengan diameter 200-300 µm dan tipe Flat-plat
Dialyzer mempunyai kompartemen paralel dan dipisahkan oleh lempengan membran
datar.
b. Air untuk dialisis
Dalam proses hemodialisa bahan pencampur yang
digunakan dalam dialisat adalah air. Air yang digunakan harus memenuhi standar
air yang berkualitas untuk proses hemodialisa.
c. Cairan dialisat
Cairan yang digunakan untuk proses hemodialisa,
terdiri dari campuran air dan elektrolit yang dibuat sedemikian rupa sehingga
menyerupai serum normal. Cairan dialisat ini berfungsi untuk membuang zat-zat
sisa dan cairan yang keluar dari penderita, menjaga keseimbangan elektrolit,
dan mencegah pengurangan air yang berlebihan pada saat terjadinya proses
hemodialisa. Cairan dialisat tersedia dalam 2 jenis yaitu : yang mengandung
asetat dan yang mengandung bikarbonat.
d. Mesin dialisis
Mesin dialisis yang digunakan pada masa kini terdiri
dari bagian blood pump, sistem pengaturan cairan dialisat, sistem monitor
pengawas dan komponen tambahan berupa pompa heparin.
e. Blood lines
Pipa-pipa atau selang-selang yang mengalirkan
darah dari tubuh menuju dialyzer dan yang dari dialyzer ke tubuh yang
sedemikian rupa melalui mesin cuci darah sehingga melindungi darah
terkontaminasi dari bahan asing di luar tubuh manusia. Blood Lines ini terdiri
dari: "arteri blood line/inlet/ABL" dan "venous blood
line/outlet/VBL".
f. Blood pump/ pompa darah
Alat yang menyebabkan
darah mengalir dalam sirkulasi darah. Bersifat ganda yaitu menarik dan mendorong.
Segment
pump
Bagian dari ABL yang ditempatkan pada Blood
pump. Segment pump ini memiliki luas permukaan lebih besar di banding
line/selang yang lainnya.
Bubble
trap/air trap
Suatu ruangan pada ABL dan VBL yang bertugas menahan/mengamankan gelembung Venous Pressure adalah Tekanan positif pada outlet yang dimonitor pada bubble trap vena disebut juga venous pressure. Terjadi karena hambatan pada jalan masuk darah ke tubuh, misalnya karena: jarum kecil, posisi jarum kurang baik, vasokonstriksi dari vena
Suatu ruangan pada ABL dan VBL yang bertugas menahan/mengamankan gelembung Venous Pressure adalah Tekanan positif pada outlet yang dimonitor pada bubble trap vena disebut juga venous pressure. Terjadi karena hambatan pada jalan masuk darah ke tubuh, misalnya karena: jarum kecil, posisi jarum kurang baik, vasokonstriksi dari vena
Trans Membrane Pressure/TMP adalah perbedaan tekanan antara
kompartemen darah dan kompartemen dialisat melalaui membrane. Meninggalkan
tekanan dialisat berarti menambah daya hisap dari cairan dialisat sehingga
cairan darah berpindah ke dialisat dan ultrafiltrasi meninggi
Priming adalah
pengisian cairan yang pertama kali dalam sirkulasi darah (ABL+Dialyzer+VBL)
dengan menggunakan cairan NaCl. Tujuan dari Priming adalah untuk mengeluarkan
bahan pengawet yang terdapat pada dialyzer.
Conductivity
: kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan aliran listrik. Nilai
normal dari Conductivity adalah berkisar antara 13,8 - 14, 5.
Arterial
Pressure/Negative Pressure adalah tekanan pada inlet yang dimonitor
sebelum blood pump, disebut juga fistula pressure, terjadi bila ada hambatan
dari arteri, aliran darah yang keluar kurang lancar atau tidak adekuat.
Positive
Pressure adalah tekanan pada inlet dimonitoring sesudah blood pump,
pada bubble trap disebut juga arterial pressure, terjadi bila ada tekanan pada
dialyzer (misalnya: ada bekuan dalam dialyzer).
Venous
Pressure adalah Tekanan positif pada outlet yang dimonitor pada bubble
trap vena disebut juga venous pressure. Terjadi karena hambatan pada jalan
masuk darah ke tubuh, misalnya karena: jarum kecil, posisi jarum kurang baik,
vasokonstriksi dari vena
Trans
Membrane Pressure/TMP adalah perbedaan tekanan antara kompartemen
darah dan kompartemen dialisat melalaui membrane. Meninggalkan tekanan dialisat
berarti menambah daya hisap dari cairan dialisat sehingga cairan darah
berpindah ke dialisat dan ultrafiltrasi mening
udara dalam sirkulasi darah. Terdapat dua macam Bubble Trap,
diantaranya adalah Arterial Bubble Trap (terletak sebelum dialyzer, berfungsi
menahan udara masuk ke dalam dialyzer) dan Venous Bubble Trap (terletak setelah
dialyzer, berfungsi untuk menahan udara masuk ke pasien).
Qb (Quick Blood) adalah kecepatan aliran darah dalam sirkulasi
darah (ml/menit) yang diputar oleh pompa darah pada mesin.
Qd (Quick Dialisat) adalah kecepatan aliran dialisat dalam
sirkulasi dialisat (ml/m), pada umumnya Qd memiliki ukuran 300 ml/menit, 500
ml/menit, dan 800ml/menit.
Qf (Quick Fitration) atau ultrafiltration
rate (ml/m) yaitu jumlah air yang keluar dari kompartemen darah ke kompartemen
dialisat melalui membran semi permeabel yang disebabkan karena perbedaan
tekanan.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HEMODIALISIS
ü
Aliran darah
Secara teori seharusnya aliran darah secepat mungkin. Hal-hal yang membatasi kemungkinan tersebut antara lain : tekanan darah, jarum. Terlalu besar aliran darah bisa menyebabkan syok pada penderita.
Secara teori seharusnya aliran darah secepat mungkin. Hal-hal yang membatasi kemungkinan tersebut antara lain : tekanan darah, jarum. Terlalu besar aliran darah bisa menyebabkan syok pada penderita.
ü
Luas selaput/membran yang dipakai
Yang biasa dipakai : 1-1,5 cm2
Tergantung dari besar badan/ berat badan
Yang biasa dipakai : 1-1,5 cm2
Tergantung dari besar badan/ berat badan
ü
Aliran dialisat
Semakin cepat aliran dialisat semakin efisien proses hemodialisis, menimbulkan borosnya pemakaian cairan.
Semakin cepat aliran dialisat semakin efisien proses hemodialisis, menimbulkan borosnya pemakaian cairan.
ü Temperatur
suhu dialisat
Temperature dialisat
tidak boleh kurang dari 360C karena bisa terjadi spasme dari vena sehingga
aliran darah melambat dan penderita menggigil. Temperatur dialisat tidak boleh
lebih dari 420C karena bisa menyebabkan hemolisis.
ü
Sarana ruangan pada
Ruang Hemodialisis:
Tempat tidur
Penerangan yang cukup
Wastafel dan kran
Kran-kran untuk sarana hubungan dengan mesin hemodialisis
Saluran pembuangan
Alat pendingin ruangan/ AC
Tempat sampah
Meja suntik
Stop kontak
Tempat tidur
Penerangan yang cukup
Wastafel dan kran
Kran-kran untuk sarana hubungan dengan mesin hemodialisis
Saluran pembuangan
Alat pendingin ruangan/ AC
Tempat sampah
Meja suntik
Stop kontak
ü
Pengelolaan air:
Mesin pengelola air seminimalnya harus memiliki bagaian: Water softener dan Revense osmosis
Mesin pengelola air seminimalnya harus memiliki bagaian: Water softener dan Revense osmosis
ü
Peralatan kesehatan dan obat-obatan:
Tensi meter + stetoskop
Timbangan BB
Tabung oksigen lengkap
Alat EKG
Slym zuiger
Tromol (duk, kassa, klem)
Bak spuit dan kom kecil
Korentang dan tempatnya
Klem-klem (besar dan kecil)
Gunting
Bengkok, nierbekken
Mat kan/gelas ukuran
Zeil + karet alat untuk alas tangan
Sarung tangan
Kassa/gaas
Plester/ band aid
Verband
Tensi meter + stetoskop
Timbangan BB
Tabung oksigen lengkap
Alat EKG
Slym zuiger
Tromol (duk, kassa, klem)
Bak spuit dan kom kecil
Korentang dan tempatnya
Klem-klem (besar dan kecil)
Gunting
Bengkok, nierbekken
Mat kan/gelas ukuran
Zeil + karet alat untuk alas tangan
Sarung tangan
Kassa/gaas
Plester/ band aid
Verband
ü
Alat-alat khusus :
Dialyzer
Blood lines (ABL/ VBL)
AV fistula/ Abocath no G14 s/d G16
Dialisat pekat
Infuse set
Micro drip
Spuit : insulin 2,5cc, 5cc, 10cc, 30/50cc
Conductivity meter
Dialyzer
Blood lines (ABL/ VBL)
AV fistula/ Abocath no G14 s/d G16
Dialisat pekat
Infuse set
Micro drip
Spuit : insulin 2,5cc, 5cc, 10cc, 30/50cc
Conductivity meter
Obat-obatan:
Lidocain, Novocain
Alcohol, bethadine
Heparin, protamin
Sodium bicarbonat 7 % (meylon)
Obat-obat penyelamat hidup
Lidocain, Novocain
Alcohol, bethadine
Heparin, protamin
Sodium bicarbonat 7 % (meylon)
Obat-obat penyelamat hidup
Yang
perlu selain yang diatas adalah:
Surat izin dialysis
Formulir dialysis
Traveling dialsis
Formulir laboratorium
Formulir radiologi
Surat izin dialysis
Formulir dialysis
Traveling dialsis
Formulir laboratorium
Formulir radiologi
Proses
Hemodialisa
Proses Dialisis
Menurut Naibaho (2002), proses dalam dialisis yaitu :
a. Akses Vaskuler (AV)
Menurut Naibaho (2002), proses dalam dialisis yaitu :
a. Akses Vaskuler (AV)
Seluruh dialisis membutuhkan akses ke
sirkulasi darah. Pasien kronik memiliki akses permanen berupa fistula atau
graft sementara. AV sangat diperlukan karena untuk Hemodialisa yang efektif
memerlukan aliran darah yang cukup, sampai lebih dari 300 ml/menit dan dapat
dipakai berulang kali dalam jangka panjang.
b. Membran semipermiabel
Membran semipermiabel berupa lapisan
material yang tipis dan memiliki pori-pori mikroskopik yang mengeluarkan
partikel yang kecil dan menahan molekul yang lebih besar. Membran semipermiabel
ditetapkan dengan dialiser aktual dan dibutuhkan untuk mengadakan kontak antara
darah dan dialisat sehingga dialisis dapat terjadi.
c. Proses difusi
Proses difusi adalah proses yang
menyebabkan pemindahan zat terlarut. Substansi berpindah dari area yang
konsentrasinya tinggi ke area dengan konsentrasi rendah.
d. Proses konveksi (konduksi)
Proses konveksi adalah proses
pergeseran secara bersamaan antara zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent)
dari kompartemen darah ke dalam kompartemen dialisat (dan sebaliknya) melalui
membran semipermiabel.
e. Proses
ultrafiltrasi
Proses ultrafiltasi
adalah proses ketika cairan dipindahkan saat dialisis. Pada proses ultrafiltasi
terjadi pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Ada tiga tipe
tekanan pada membran yaitu : tekanan positif, tekanan negatif dan tekanan
osmotik.
Bagaimana
haemodialis dilakukan:
Pada
proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam ginjal
buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke
dalam tubuh. Rata – rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter darah, dan
selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar tubuh.
Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah dari
tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam tubuh.
Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan central
venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan
karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien. Sebelum melakukan proses
hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa tanda – tanda vital pasien untuk
memastikan apakah pasien layak untuk menjalani Hemodialysis. \
Selain
itu pasien melakukan timbang badan untuk menentukan jumlah cairan didalam tubuh
yang harus dibuang pada saat terapi. Langkah berikutnya adalah menghubungkan
pasien ke mesin cuci darah dengan memasang blood line (selang darah) dan jarum
ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan
akses untuk jalan masuk darah ke dalam tubuh. Setelah semua terpasang maka
proses terapi hemodialisa dapat dimulai. Pada proses hemodialisa, darah
sebenernya tidak mengalir melalui mesin HD, melainkan hanya melalui selang
darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri merupakan perpaduan dari komputer dan
pompa, dimana mesin HD mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran
darah, tekanan darah, dan memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan
serta informasi vital lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang
masuk ke dialyzer, dimana cairan tersebut membantu mengumpulkan racun – racun
dari darah. Pompa yang ada dalam mesin Hd berfungsi untuk mengalirkan darah
dari tubuh ke dialyzer dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.
Alasan
dilakukannya dialisa:
Dialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :
a) Kelainan fungsi otak ( ensefalopati uremik )
b) Perikarditis ( peradangan kantong jantung )
c) Asidosis ( peningkatan keasaman darah ) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya.
d) Gagal jantung
e) Hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah ).
Dialisa dilakukan jika gagal ginjal menyebabkan :
a) Kelainan fungsi otak ( ensefalopati uremik )
b) Perikarditis ( peradangan kantong jantung )
c) Asidosis ( peningkatan keasaman darah ) yang tidak memberikan respon
terhadap pengobatan lainnya.
d) Gagal jantung
e) Hiperkalemia ( kadar kalium yang sangat tinggi dalam darah ).
Frekuensi
dialisa.
Frekuensis, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1 ) Penderita kembali menjalani hidup normal.
2 ) Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3 ) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4 ) Tekanan darah normal.
5 ) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
Frekuensis, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu. Program dialisa dikatakan berhasil jika :
1 ) Penderita kembali menjalani hidup normal.
2 ) Penderita kembali menjalani diet yang normal.
3 ) Jumlah sel darah merah dapat ditoleransi.
4 ) Tekanan darah normal.
5 ) Tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif ( Medicastore.com, 2006 )
Dialisa bisa digunakan sebagai pengobatan jangka panjang untuk gagal ginjal kronis atau sebagai pengobatan sementara sebelum penderita menjalani pencangkokan ginjal. Pada gagal ginjal akut, dialisa dilakukan hanya selama beberapa hari atau beberapa minggu, sampai fungsi ginjal kembali normal.
Komplikasi
pada Hemodialisa
Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada saat dilakukan terapi adalah :
a. Hipotensi
b. Kram otot
c. Mual atau muntah
d. Sakit kepala
e. Sakit dada
f. Gatal-gatal
g. Demam dan menggigil
h. Kejang ( Lumenta, 1996 )
Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada saat dilakukan terapi adalah :
a. Hipotensi
b. Kram otot
c. Mual atau muntah
d. Sakit kepala
e. Sakit dada
f. Gatal-gatal
g. Demam dan menggigil
h. Kejang ( Lumenta, 1996 )
Keuntungan
Hemodialisa
Dialisa membersihkan
darah dengan efektif dalam waktu singkat, waktu dialisis cepat dan resiko
kesalahan teknik kecil, tidak usah menyiapkan peralatan HD sendiri, Kondisi
pasien lebih terpantau karena prosedur HD dilakukan di rumah sakit oleh tenaga
kesehatan terlatih dan Jumlah protein yang hilang selama pada proses HD lebih
sedikit.
Kerugian
Hemodialisa
Fungsi ginjal yang tersisa cepat
menurun, Ketergantungan pasien dengan mesin hemodialisa, Kehilangan darah
selama hemodialisa, Akses vaskuler dapat menyebabkan infeksi dan trombosis,
sering terjadi hipotensi dan kram otot, pembatasan asupan cairan dan diet lebih
ketat, kadar hemoglobin lebih rendah, sehingga kebutuhan akan eritropoietin
lebih tinggi.
4.
Dialisis
Peritoneal
Pada dialisa peritoneal, yang
bertindak sebagai penyaring adalah peritoneum (selaput yang melapisi
perut dan membungkus organ perut). Selaput ini memiliki area permukaan yang
luas dan kaya akan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat dengan mudah
tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga perut.
Cairan dimasukkan melalui sebuah
selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus
dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolik dari aliran darah
secara perlahan masuk ke dalam cairan tersebut. Kemudian cairan dikeluarkan,
dibuang dan diganti dengan cairan yang baru. Biasanya digunakan selang karet
silikon yang lembut atau selang poliuretan yang berpori-pori, sehingga cairan
mengalir secara perlahan dan tidak terjadi kerusakan.
Dialisa peritoneal tidak boleh dilakukan
pada penderita yang:
- menderita infeksi dinding perut
- memiliki hubungan abnormal antara
dada dan perut
- baru saja menjalani pencangkokkan
pembuluh darah buatan di dalam perut
- memiliki luka baru di perut.
Ada beberapa teknik yang digunakan
dalam dialisa peritoneal:
- Dialisa peritoneal intermiten manual.
Merupakan teknik yang paling
sederhana. Sebuah kantong berisi cairan dipanaskan sesuai suhu tubuh, lalu
cairan dimasukkan ke dalam rongga peritoneum selama 10 menit dan dibiarkan
selama 60-90 menit, kemudian dikeluarkan dalam waktu 10-20 menit. Keseluruhan
prosedur memerlukan waktu sekitar 12 jam. Teknik ini terutama digunakan untuk
mengobati gagal ginjal akut.
- Dialisa peritoneal intermiten dengan pemutar otomatis.
Bisa dilakukan di rumah penderita. Suatu
alat dengan pengatur waktu secara otomatis memompa cairan ke dalam dan keluar
dari rongga peritoneum. Biasanya alat pemutar dipasang pada waktu tidur
sehingga pengobatan dijalani pada saat penderita tidur. Pengobatan ini harus
dilakukan selama 6-7 malam/minggu.
- Dialisa peritoneal berpindah-pindah yang berkesinambungan.
Cairan dibiarkan di dalam perut
dalam waktu yang lama, dan dikeluarkan serta dimasukkan lagi sebanyak 4-5
kali/hari. Cairan dikemas dalam kantong polivinil klorida yang dapat
dikembangkempiskan. Jika kosong, kantong ini bisa dilipat tanpa harus melepaskannya
dari selang. Biasanya cairan harus diganti sebanyak 3 kali, dengan selang waktu
4 jam atau lebih. Setiap pergantian memerlukan waktu 30-45 menit.
- Dialisa peritoneal yang dibantu oleh pemutar secara terus menerus.
Teknik ini menggunakan pemutar
otomatis untuk menjalankan pergantian singkat selama tidur malam, sedangkan
pergantian yang lebih lama dilakukan tanpa pemutar pada siang hari. Teknik ini
mengurangi jumlah pergantian di siang hari tetapi pada malam hari penderita
tidak dapat bergerak secara leluasa karena alatnya tidak praktis.
Komplikasi
Dialisa Peritoneal
1.
Perdarahan
di tempat pemasangan selang atau perdarahan di dalam perut
2.
Perforasi organ dalam pada saat memasukkan
selang
3.
Kebocoran
cairan di sekitar selang atau ke dalam dinding perut
4.
Penyumbatan
aliran cairan oleh bekuan darah
5.
Infeksi,
baik pada peritoneum maupun di kulit tempat selang terpasang (menyebabkan
terbentuknya abses). Infeksi biasanya terjadi karena prosedur dialisa
yang kurang steril. Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotik.
6.
Hipoalbuminemia
7.
Sklerosis
peritonealis
(pembentukan jaringan parut di peritoneum), yang mengakibatkan penyumbatan
parsial usus halus
8.
Hipotiroidisme
9.
Hiperglikemia, sering terjadi pada penderita
kencing manis
10.
Hernia perut dan selangkangan
11.
Sembelit.
v Continous
Ambulatory Peritoneal Dialysis
Continous
Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) atau dialisis peritoneal ambulatorik
kontinu merupakan suatu bentuk dialisis yang dilakukan pada banyak pasien
penyakit renal stadium terminal. Dialisis peritoneal tradisional memerlukan
perawat dan teknisi yang terampil untuk melaksanakan prosedur ini. Berbeda
dengan dialisis peritoneal tradisional, CAPD bersifat kontinu dan biasanya
dapat dilakukan sendiri. Metode ini bisa dikerjakan di rumah oleh pasien.
Larutan dialisat
dialirkan dari botol plastik fleksibel melalui kateter peritoneal permanen yang
dikenal sebagai kateter Tenckhoff. Kateter ini dipasang dalam kamar operasi dan
disisipkan ke dalam kavum abdomen dan difiksasi dengan bantuan manset dakron
yang terpasang pada kateter tersebut. Pertumbuhan jaringan di sekitar manset
akan menghasilkan segel yang kedap bakteri. Saluran subkutan (yang panjangnya
5-10 cm) akan memberikan proteksi lebih lanjut terhadap infeksi bakteri.
Setelah larutan
dialisat diinfuskan ke dalam kavum peritoneal melalui kateter, kantongnya
dilipat dan disisipkan dibalik baju pasien selama waktu retensi. Tindakan ini
akan memberikan kebebasan kepada pasien dan mengurangi frekuensi penyambungan
serta pelepasan sambungan pada ujung kateter sehingga risiko kontaminasi dan
peritonitis dapat dihindari. Pada akhir waktu retensi, larutan dialisat
dialirkan keluar dari dalam kavum peritoneal dengan membuka lipatan kantong
yang kosong, melepaskan klem dan menempatkan kantong yang kosong, melepaskan
klem dan menempatkan kantong tersebut lebih rendah dari abdomen didekat lantai.
Tindakan ini memungkinkan keluarnya cairan peritoneal dengan bantuan gaya
berat. Setelah drainase selesai, larutan yang baru kemudian diinfuskan ke dalam
kavum peritoneal dan prosedur diatas diulangi.
Indikasi
CAPD merupakan terapi pilihan bangi sebagian besar
pasien yang ingin melaksanakan dialisis sendiri di rumah. Indikasi CAPD adalah
psien yang menjalani hemodialisis kronis yang mempunyai masalah kronis yang
mempunyai masalah dengan cara terapi yang sekarang, seperti hipertensi berat,
anemia berat, sakit kepala, atau rasa haus yang berlebihan. Pasien lansia
umumnya dapat memanfaatkan teknik CAPD dengan baik jika keluarga memberikan
dukungan. Sistem dukungan dari keluarga disamping kemampuan pasien untuk
melaksanakan CAPD harus dipertimbangkan ketika kita memilih bentuk terapi.
Kontraindikasi
§ Perlekatan
akibat pembedahan
§ Nyeri
punggung kronis
§ Pasien
yang menggunakan obat-obatan imunosupresif
§ Pasien
dengan arthritis
Komplikasi
§ Peritonitis
: kontaminasi oleh Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus
§ Kebocoran
cairan dialisat melalui luka insisi atau luka pada pemasangan kateter
§ Perdarahan
v Continous
Cylic-assisted Peritoneal Dialysis (CCPD)
CCPD memiliki prinsip
yang sama dengan CAPD. CCPD dilakukan tiap hari dan dilakukan waktu malam hari,
penggantian cairan dialisis sebanyak 3-4 kali. Cairan dialisis terakhir
dibiarkan dalam kavum peritoneum selama 12-14 jam. Pada waktu malam cairan
dialisis bikiarkan dalam kavum peritoneum selama 2,5 – 3 jam. Yang membedakan
CCPD dengan CAPD adalah proses pembuangan sampah metaboliknya dibantu oleh
sebuah mesin cycler.
TERAPI
FARMAKOLOGI UNTUK KLIEN DENGAN GGK
Komplikasi
pada gagal ginjal kronis dapat dicegah atau ditunda dengan menggunakan
phosphate-binding agent, suplemen kalsium, obat antihipertensi, dan eritropoietin
(Epogen).
§ Penanganan
hiperfosfatemia
Hiperfosfatemia pada
pasien GGK dapat ditangani dengan menggunakan obat yang dapat mengikat fosfat
dalam traktus GI. Pengikat seperti kalsium karbonat (Os-Cal) atau kalsium
asetat (PhosLo) dapat diberikan, tapi ada risiko mengalami hiperkalsemia. Jika
level kalsium tinggi atau produk kalsium-fosfor melebihi 55 mg/dL, pengikat
fosfat polimer seperti sevelamer hidroklorida (Renagel) dapat digunakan
(Zonderman & Doyle, 2006). Obat-obat tersebut mengikat fosfor dalam traktus
intestinal. Semua agens-pengikat harus diberikan bersama dengan makanan agar
bisa efektif.
§ Penanganan
hipertensi dan kelebihan volume cairan
Hipertensi ditangani
dengan 2 cara, yaitu mengontrol volume cairan intravaskular dengan menggunakan
diuretik seperti furosemid dengan dosis 300-500 mg serta menggunakan agens
antihipertensi seperti cataprex atau propanolol. Gagal jantung dan edema
pulmoner mungkin membutuhkan penanganan berupa pembatasan cairan, diet rendah
sodium, diuretik, agens inotropik seperti digoxin atau dobutamine dan dialisis.
ACE-inhibitor dapat diberikan tapi harus dengan pengawasan ketat.
§ Penanganan
anemia
Anemia yang berkaitan
dengan GGK ditangani dengan pemberian eritropoietin manusia rekombinan
(Epogen). Pasien dengan anemia biasanya datang dengan keluhan yang tidak spesifik
seperti malaise, kelelahan dan penurunan toleransi terhadap aktivitas. Terapi
eritropoietin diberikan agar pasien dapat mencapai nilai hematokrit antara
33%-38% dan hemoglobin sekitar 12 mg/dL.
Eritropoietin diberikan
secara IV atau subkutan 3 kali seminggu pada pasien GGK. Perlu waktu 2-6 minggu
sampai nilai hematokrit naik; oleh karena itu, terapi ini tidak diindikasikan
pada pasien yang perlu penanganan segera untuk anemia berat.
§ Penanganan
Hiperkalemia dan Asidosis Metabolik
Untuk mengatasi kegawatan
akibat hiperkalemia dan asidosis metabolik dapat diberikan oba-obatan di bawah
ini :
-
Kalsium glukonas 10%, 10 mL dalam waktu
10 menit intravena
-
Bikarbonas natrikus 50-150 mEq intravena
dalam waktu 15-30 menit
-
Insulin dan glukosa : 6 unit insulin dan
glukosa 50 g dalam waktu 1 jam
-
Kayexalate (resin pengikat kalium) 25-50
gr oral atau rektal
Jika
terapi farmakologi diatas tidak menunjukkan hasil yang signifikan, maka jalan
terakhir adalah dengan melakukan dialisis.
Medikasi
yang harus diawasi untuk pasien dengan kerusakan ginjal :
·
ACE inhibitor
Jangan diberikan pada
pasien dengan stenosis arteri renal. Aliran darah ke ginjal tergantung pada
denyut arteriol efferen, dan penurunan denyut arteriol efferen oleh ACE
inhibitor dapat menyebabkan kerusakan fungsi ginjal yang kadang tidak dapat
disembuhkan; obat ini berisiko menyebabkan hipotensi pada pasien dengan gagal
jantung atau deplesi volume.
·
Aminoglikosida
Aminoglikosida
berpotensi menyebabkan risiko ototoksisitas dan nefrotoksisitas pada pasien
dengan kerusakan ginjal
·
NSAID (Non-steroidal Antiinflammatory
Drugs)
Dapat menimbulkan
nefrotoksisitas dan risiko ulkus peptikum pada pasien dengan sindrom uremik
·
Tetrasiklin
Obat ini memiliki efek
antianabolik sehingga dapat meningkatkan kadar urea dalam darah ; harus
dihindari oleh pasien dengan kerusakan ginjal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar