TAFSIR AL QUR’AN SURAT AL BAQARAH AYAT 1-5
1.
Alif Lam Mim
Tidak
ada arti atas huruf-huruf ini.
2.
Dzalikal kitabu laa raiba fiihi hudallil muttaqiin.
Dzalika
: Itulah
Al
Kitabu : Kitab tertentu, dalam hal ini Al Qur’an.
Mengapa
itulah. Tidak inilah? Menggambarkan bahwa Al Qur’an itu letaknya “jauh”, tidak
“dekat”. Manusia belum dekat dengan Al Qur’an, kehidupan manusia masih sangat
jauh dari aturan Al Qur’an, belum akrab, dekat, apalagi sampai tingkat
mengamalkan Al Qur’an. Al Qur’an dianggap “asing” bagi kebanyakan manusia..
Laa
: tidak ada
Raiba
: keraguan
Fiihi
: di dalamnya
Tidak
ada keraguan di dalamnya (di dalam Al Qur’an), yang pertama disebut setelah
tidak ada adalah keraguan, bukan didalamnya, bisa saja kalimatnya Laa fiihi
raiba (tidak ada didalamnya keraguan). Mengapa keraguannya ditekankan terlebih
dahulu sebelum keterangan tentang Al Kitab/Al Qur’an? Karena kebanyakan manusia
sangat ragu, dan saking ragunya sama sekali tidak mau menyentuh/
membaca/mempelajari Al Qur’an.
Raiba
adalah bentuk keraguan yang paling rendah, hampir mendekati 100% tidak percaya
atau bahkan tdk ragu lagi, sangat ragu hingga tidak percaya.
Raiba :
sangat ragu
Syak
Dzan
‘Ilmu
Yaqin
Hudallil
muttaqiin.
Hudan : petunjuk
Li : bagi/ untuk
Al
Muttaqiin : Orang-orang yang bertaqwa
Petunjuk
: guidance, jalan-jalan yang harus ditempuh hingga sampai pada tujuan akhir
yaitu ridho Alloh SWT (surga Nya). Petunjuk ini hanya digunakan atau ditujukan
bagi orang-orang yang bertaqwa.
Taqwa
yang ada di dalam hati manusia yang menjadikannya mampu mempelajari, memahami,
mengamalkan Al Kitab (Al Qur’an). Orang-orang yang bertaqwa layak mendapatkan
manfaat dari Al Kitab (Al Qur’an), karena kunci-kunci hatinya terbuka oleh
ketaqwaannya, hingga petunjuk dalam Kitab masuk ke dalam qalbu Nya, membuat
hatinya tanggap, menyambut dan menerima Kitab suci ini.
Karenanya,
orang yang ingin mendapatkan petunjuk dari Al Qur’an, haruslah datang kepadanya
dengan hati yang bersih, sehat, tulus dan murni mencari kebenaran yang datang
dari Tuhannya. Kemudian datang kepada Al Qur’an dengan hati yang takut dan
berhati-hati, khawatir berada di dalam kesesatan dan diperdayakan oleh syetan
yang menyesatkan.
Pada
saat ini, terbukalah untuknya rahasia-rahasia dan cahaya Al Qur’an tercurah
semuanya didalam hati yang datang kepadanya dengan taqwa, takut, responsif dan
siap menerimanya.
Diriwayatkan
bahwa Umar Bin Khaththab r.a. pernah bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang
taqwa, lalu Ubay menjawab sambil bertanya, “Pernahkah engkau melewati jalan
yang penuh duri? Umar menjawab,”Pernah.” Ubay bertanya lagi,”Apakah gerangan
yang engkau lakukan?” Umar menjawab,”Aku berhati-hati dan berupaya
menghindarinya” Ubay berkata,”Itulah taqwa.”
Itulah
taqwa, sensitivitas dalam hati, kepekaan dalam perasaan, responsif, selalu
takut, senantiasa berhati-hati dan selalu menjaga diri dari duri-duri jalan,
jalan kehidupan yang penuh dengan duri kesenangan dan syahwat.. duri-duri
keinginan dan ambisi..duri-duri kekhawatiran dan katakutan, duri-duri harapan
palsu manusia, duri-duri kekuasaan yang tidak dapat memberi manfaat ataupun
mudharat, dan duri-duri lainnya yang banyak jumlahnya...
3.
Alladziina yu’minuuna bil ghaibi wayuqiimuunashsholaata wa mimma
rozaqnaa hum yunfiquun.
Sifat-sifat
orang-orang yang bertaqwa..
a.
Yaitu orang-orang yang beriman
kepada yang ghaib.
Yu’minun
: fi’il mudhoriy, selalu terus menerus (beriman), selalu beriman, tidak
berbatas waktu. BI : dengan (100%) segalanya Al ghaib : secara spesifik dalam
hal ini ghaib adalah Alloh SWT, sehingga dengan selalu beriman kepada Alloh, maka orang-orang yang bertaqwa
yakin dengan Alloh dan segala sifat Nya. Manusia yang yakin dengan Alloh, maka
Alloh adalah tujuan hidupnya, tidak ada yang lain.
Jika
manusia sudah berhubungan dengan yang Maha ghaib, maka urusan dunia semua
menjadi mudah, sehingga jiwa ini selalu merindukan berhubungan dengan Nya.
Semua amal hanya ditujukan untuk mencari ridho Zat yang dirindukannya. Seorang
laki-laki, demi cintanya pada seorang perempuan rela melakukan apa saja untuk
meraih ridhonya, padahal keinginan manusia (wanita) selalu berubah-ubah, dan
wanita yang dicintainya itupun suatu saat akan mati. Dengan segala yang
berbatas seperti itu saja, manusia rela berkorban, maka mengapakah untuk Zat
yang senantiasa mengasihi dan menyayangi, hidup abadi, tidakkah kita
mengorbankan segala-galanya untuk Nya?
Dengan
meyakini Alloh dengan segala sifatNya, maka terpeliharalah manusia dari
bertindak yang sewenang-wenang, melampaui batas dan sibuk dengan semua urusan
yang melalaikanya dari taat kepada Alloh. Sesungguhnya segala kemampuan beramal
manusia hanyalah ditujukan untuk menegakkan kekhilafahan di muka bumi.
Iman
kepada yang Ghaib, adalah persimpangan jalan dalam mengangkat martabat manusia
dari martabat binatang, akan tetapi golongan materialis pada setiap zaman
(termasuk kini) ingin mengembalikan manusia ke titik terendah, ke “dunia
binatang”, yang keberadaannya tiada lain hanyalah untuk sesuatu yang dapat
dicapai panca indranya saja, hingga pemuasan nafsu mengikuti perilaku binatang.
Inilah Alloh memberikan petunjuk bagi orang-orang beriman dengan melindunginya
dari keterpurukan martabat.
b.
Wayuqiimuunashsholat
Dan orang-orang yang mendirikan sholat..
Yuqiimuun : selalu, setiap waktu
mendirikan
Ash sholat : sholat
Selalu terus menerus sholat, sholat 5
waktu ditambah sholat sunnah seperti rawatib, sholat dhuha dan qiyamullail. Sholat
adalah bukti tunduknya jiwa kepada Alloh, hatinya selalu bersujud dan
berhubungan dengan Alloh SWT siang dan malam, berhubungan dengan Zat yang
menjadi sumber kekuatan langit dan bumi. Inilah persepsi rabbaniyah, perasaan
rabbaniyah dan perilaku rabbaninyah, “yang selalu disertai dengan bimbingan
keTuhanan.”
c.
Wamimma rozaqnaahum yunfiquun.
Dan dari sebagian apa2 (segala sesuatu)
rizqi yang telah kami berikan kepada mereka, mereka meng infakkannya.
Mengapa infaq tempatnya di akhir? karena
segala rizqi itu berasal dari Alloh, bukan ciptaan dirinya sendiri.
Mengeluarkan rizqi yang sudah diberikan oleh Alloh (fi’il madhi : past tense) merupakan
cermin pembersihan jiwa dari penyakit bakhil dan penyuciannya dengan melalukan
kebajikan. Inilah lapangan kehidupan untuk saling tolong-menolong, untuk
memberikan rasa aman kepada yang tak berdaya, lemah dan terbatas.
Infaq dalam hal ini mencakup zakat dan
shodaqoh, segala hal yang dinafkahkan untuk kebaikan dan kebajikan, dan infaq
disyari’atkan sebelum disyari’atkannya zakat, karena infaq merupakan pokok yang
menyeluruh, yang dikhususkan oleh nash-nash zakat namun tidak menghabiskan
semuanya.
“Sesungguhnya
pada harta itu terdapat kewajiban selain zakat.” (HR.
At Tirmidzi)
4.
Walladziina yu’minuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila minqoblika
wabil aakhiroti hum yuuqinuun.
Dan
orang-orang yang beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan apa yang
telah diturunkan dari sebelum kamu ....
Yu’minuuna
: selalu, terus menerus beriman, bi : dengan/kepada 100% , maa : segala apa2 ,
unzila : yg telah diturunkan , ilaika : kepadamu (Muhammad), yaitu Al kitab/Al
Qur’an.
Inilah
gambaran dari orang-orang yang bertaqwa, bahwa mereka mengimani 100% terhadap
segala apapun yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad berupa Alkitab (Al
Qur’an). Hal ini sejalan dengan cara pandang orang-orang yang bertaqwa, yang
memandang bahwa tidak ada keraguan sedikitpun terhadap Al Kitab (Al Qur’an),
sehingga Al Qur’an ini menjadi petunjuk hidup bagi orang-orang yang bertaqwa.
Dalam ayat ini Alloh menegaskan kembali bahwa orang-orang yang bertaqwa itu
tiada henti-hentinya menjadikan Al Qur’an sebagai petunjuk dan selalu
mengimaninya (dengan mengamalkan semua isi Al Kitab/Al Qur’an).
Beriman
kepada apa2 yang telah diturunkan dari sebelum kamu (Muhammad)...
Mengimani
bahwa ada rangkaian diturunkannya Nabi-nabi dan Rasul-rasul di setiap
zaman/waktu dan berbeda tempat sebelum Nabi Muhammad, yang para Nabi dan Rasul
itu membawa Risalah yang sama yaitu Tauhidulloh (penyembahan hanya kepada
Alloh). Dan bahwa para Nabi itu membawa risalah dengan Kitabnya masing-masing,
sesuai dengan keadaan kaumnya pada masa itu. Dan bahwa inti dari semua isi
kitab adalah mengajak manusia hanya menyembah Alloh semata.
Inilah
sifat dari kaum muslimin, menjadi generasi pewaris para Nabi dengan agama samawi
, adanya kesatuan dan persaudaraan antar umat manusia meskipun berbeda
generasi, kesatuan dan persatuan yang diikat oleh kesamaan aqidah, kesamaan
keimanan kepada semua Nabi-nabi dan Rasul-Rasul, kesamaan pada keimanan
terhadap kitab-kitab yang diturunkan kepada seluruh Rasul. Keimanan bahwa Alloh
menjaga manusia dari setiap zaman dan generasinya, dari para penyesat dan
golongan manusia yang menentangnya, dengan menurunkan para Rasul dan
Kitab-kitabnya, yang memberi petunjuk manusia untuk mengikuti jalan kebenaran
dan aqidah yang lurus.
Orang-orang
yang bertaqwa pun mengimani jalan hidup semua Nabi-nabi dan Rasul-rasul, dan
sepak terjang da’wahnya ketika berda’wah ditengah kaumnya. Menjadikan setiap
perjalanan hidup dan da’wahnya sebagai ‘ibrah (pelajaran) yang bisa ditiru dan
diambil hikmahnya.
Wabil
aakhiroti hum yuuqinuun.
Wa
: dan, bi : dengan 100%, Al Akhirot : negeri akhirat, hum : mereka , yuuqinuun
: selalu, terus menerus yakin.
Orang-orang
yang bertaqwa 100% terhadap adanya negeri akhirot selalu terus menerus yakin.
Akibat keyakinannya ini menjadikannya hidup di dunia ini hanyalah bagian dari
rangkaian kehidupan dan kematian yang sudah Alloh tentukan masanya. Bahwa
setiap amal tiadalah yang sia-sia dan selalu ada pembalasan, setiap perbuatan
baik dibalas dengan pahala, ampunan dan ridho Nya, dan setiap perbuatan buruk
dibalas dengan kehinaan, siksa dan adzab yang pedih, dan ini adalah keadilan
dari Alloh SWT. Manusia tidak diciptakan dengan sia-sia, ada makna dan tujuan
dari penciptaan. Berbeda dengan kebanyakan manusia yang menganggap hidup di
dunia adalah segala-galanya baginya di alam semesta, sehingga mereka merasa
mempunyai “kekuasaan penuh” dalam berbuat dimuka bumi, dengan sewenang-wenang dan
melampaui batas, berbuat semaunya dengan memperturutkan hawa nafsu dan
keserakahannya sebagai manusia.
Orang-orang
yang bertaqwa menjadikan kehidupan dunia sebagai sasaran ujian yang
mengantarkannya untuk mendapatkan pembalasan, sedangkan kehidupan yang hakiki
adalah di negeri akhirat yang tidak berbatas waktu....
5.
Ulaaika ‘alaa hudamirrobbihim wa ulaaika humul muflihuun.
Mereka itulah
orang-orang yang atas mereka hidaya/petunjuk dari Tuhan mereka, dan
mereka itulah orang-orang yg beruntung.
Setelah Alloh menerangkan (dari ayat 2) tentang
Al Qur’an yang tidak ada keraguan didalamnya, orang-orang yang bertaqwa
menjadikan Al Qur’an itu petunjuk/hidayah atas kehidupannya, (dari ayat 3) dan
orang2 yang bertaqwa itu selalu terus menerus beriman kepada yang Ghaib
(Alloh), dan selalu terus menerus mendirikan sholat siang dan malam, pagi dan
sore, dan selalu atas rizqi yang telah Alloh berikan atas mereka, mereka
menginfakkannya, (dari ayat 4) dan orang-orang yang bertaqwa itu selalu terus
menerus beriman kepada segala apa yang telah diturunkan Alloh kepada Nabi
Muhammad dan selalu terus menerus beriman kepada segala apa yang telah
diturunkan kepada Nabi dan Rasul sebelum Nabi Muhammad, dan mereka terhadap
negeri akhirat termasuk yang selalu terus menerus yakin.
Maka inilah kesimpulan dari orang-orang yang
bertaqwa dan keseluruhan amalnya di dunia, bahwa merekalah orang-orang yang
hidup dibawah petunjuk Al Qur’an dari Tuhan (rabb) mereka, Al Qur’an hidup
dalam diri mereka dan sepanjang kehidupannya di dunia, hingga Alloh
memanggilnya (wafat), dan diujung kehidupannya di dunia, awal dari kematian
kedua sebelum kehidupannya yang kedua, orang-orang yang bertaqwa sudah
mendapati apa yang dijanjikan Alloh bahwa mereka adalah orang-orang yang
beruntung. Dunia adalah tempat berjual beli antaraoarang-orang yang bertaqwa
dengan Alloh, dan setelah selesai transaksi, maka orang-orang yang bertaqwa
mendapatkan lab (keuntungan) yang besar, berupa pahala, ampunan dan Ridho Alloh
(Jannatun na’im).
Wallohu a’lam bishshowwab..
amiiiiin ya allah
BalasHapusmaaf mau nambahin resensi aja nih kajian tafsir alquran surah albaqarah aya ke 3 dari kitab tafsir al munir karya syeh nawawi al jawi
BalasHapus
BalasHapusmaaf mau nambahin resensi aja nih kajian KITAB tafsir al munir surah al baqarah ayat 5